Wednesday, May 21, 2014

JJS (JUNGKIR-JUNGKIR ON THE STREET)



Tepat jam 16.00, aku sudah siap lengkap dengan tas ransel dan pakaian resmi ke kampus. Tiba-tiba, hp bergetar sesaat. Aku melihat layar kelap-kelip menandakan ada satu  pesan masuk. Segera ku buka, dan....
Agrhhh.. ingin sekali aku berteriak kencang, lebih kencang, paling kencang, paliiiiiinnnngggggggggggg kencang lagi.
”Salam.. Listening kita gak masuk ya.” J
From “Kiwil”(Nama samaran, tapi ada benarnya).
“Mak anakmu galau, masak udah capek solek santek-santek selama tiga jam, malah gak jadi masuk kuliah.” (WARNING! Jangan dibayangin gimana wajah ane saat itu yah). Meski kesal, aku tetap menebar senyum lho, kata ust, senyum itu sedeqah yang paling mudah. Jadilah semuanya ku ajak senyum. Tak terkecuali (guling, bantal, kasur, dinding, cermin, nyamuk, semut, laba-laba, kecoak, dll, dsb, dst, dan kawan-kawannya).
Bosan... aku mulai bosan senyam-senyum sendiri. Ku cari makhluk ajaib yang bisa berbicara langsung tanpa harus bertatap muka sekalipun. Dengan lihai ku ketik tombol-tombol yang tak berbentuk lagi. Aku tersenyum ketika seorang perempuan mengangkatnya. “syukurlah, lebih cepat dari yang kubayangkan.”
Your number calling is busy, please try again in the few minutes.(hey, ini bukan suara Nobita, tapi ini....!!!).
Hening....
Lima menit kemudian, aku kembali menekan nomor yang sama. Lagi-lagi yang mengangkatnya juga masih suara yang sama, bedanya kali ini suara itu terdengar disertai terjemahannya “Maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi!” Dengan kesal kubanting hp yng tak berdosa itu di atas kasur. Tiba-tiba “prang!”  Terdengar suara piring pecah (loh...? Kok gak nyambung). Lalu kupungut lagi hp yang mulai terduduk lemas, aku masih saja ngotot dan belum ada kapok-kapoknya. Kini aku berinisiatif untuk mengirimnya sms “Nob, JJS yok!” (baca, Jungkir-Jungkir On the Street).
Satu menit... dua menit... lima menit...sepuluh menit...
“Dasar Nobita!” geramku.
Lalu aku mulai menekan kontak yang lain. “tut... tut... tut...”terhubung!
“Iim, kita ke Syiah Kuala ya. Gak mau tau, bentar lagi kakak jemput.” (kali ini pasang suara banteng, biar terdengar horor dikit). “Em, iya kak. Tapi...” (Hp mati).
Hehehee... di ujung Lingke, aku terkekeh sendiri, betapa nikmatnya hidup ini bila dilakukan sepenuh hati... (lirik tanpa lagu). Sekitar lima belas menit kemudian, aku sudah sampai di kost-an Nobita. (Gak ada expresi -_-) “Kemana kita?” tanyanya sok basa-basi (padahal jelas aku udah ngabisin pulsa buat telpond dia, tapi dengan tega justru dia selingkuh dan ngebiarin mbak-mbak yang tak ku tau identitasnya ngomong sendiri. Eh, pas dicek paketnya belum berkurang sama sekali. Ckckck). “Mau kemana kita?” Prok-prok-prok-prok... “Syiah Kuala” “Mau kemana kita?” prok-prok-prok-prok “Syiah Kuala”. “Mau kemana kita?” prok... “cukup-cukup, Nola d’explorel tayangnya sabtu-minggu. Sontak Nobita kabur dan bersemayam di kamar mandi “Pergilah kau, pergi dari hidupku...” “Sungguh teganya, teganya, teganya...” aku pun pergi, meninggalkan Nobita seorang diri, bukan apa-apa. Kalau aku lebih sabar lagi, maka aku akan siap masak seketika dia kembali menemuiku (It’s so long beb, i can’t waiting for more...).
Selamat dari Nobita, nyangkut di kost Iim. “Angkat donk, angkat donk... gue mau ngomong... angkat donk, angkat donk, gue, dang... ding... dong). Di situ lebih sedih lagi, udah nunggu lima menit, dikawal lagi sama nenek-nenek (ini tambahan penulis biar keliatan lebih exstream lagi). Sesaat, Iim yang ditunggu pun datang. “Akhirnya...” Fiuh, buang nafas.. fiuh.. buang lagi.. fiuh lagi...”Eh, kakak gak asma kan?” Sambil garuk-garuk aspal! “Asma sih enggak dek, tapi as... as... asma soho yahooo (iklan).
Misi kedua selesai. Aku mengantar Iim sampai ke kost Nobita lagi dan menemukannya dalam keadaan tergeletak. “Kenapa? Panggil ambulance” namun yang terjadi... jreng.. jreng... “Cayya.. cayya.. cayya.. cayya.. cayya... cayya.. cayya..cayya..cayya.. cayya”. (sontak kami ber-O ria).
Tepat pukul 17.30, kami berempat sudah berkumpul (Aku, Nobita, Iim dan terakir Anuk). Sebelum berangkat, berdo’a pun dimulai... (baca do’a sesuai kemampuan nafsi-nafsi, ckckck).
Beat mulai bergerak, meninggalkan Darussalam. Semilir angin sore ikut menghiasi jejak keempat pengkelana yang tak bisa diam. Tak lama kemudian, kami sudah sampai di lampu merah Lampriet. Mempercepat laju dan mengejar lampu hijau yang mulai bergerak merah. (Hap-hap, lalu ditangkap). Motor bebek merah vs putih itu bergerak ke arah Lam Dingin, melewati beberapa perumahan warga yang berjejer rapi di sepanjang jalan. Kemudian berbelok sebelah kanan dan lurus saja hingga menemukan ujung jalan ke arah Makam Syiah Kuala[1]. Tiba di sana, kami tak ingin membuang-buang waktu. Langsung saja (Jepret... jepret... ciieerrrssss...) “eh, tunggu, ane juga dunk” Teriakku. Adegan selfie-selfiean pun terus berlanjut. Hingga, semuanya harus diakiri ketika ada suara aneh yang terus menganggu pendengaran (kruukkk... krukkk) “Suara siapa itu?” tanya Nobita. (Suaraku, sahut sang mkhluk). “Dimana? Kok gak keliahatan?” (Aku diperutmu) wak wak wak...
TRIO KWEK-KWEK

Sontak kami tertawa, ketika menyadari makhluk di perut Nobitalah yang teriak minta dikasihani. Tak jauh dari situ, kami melihat ada bapak penjual bakso goreng, baunya saja sudah tercium hingga jarak 10 meter. Tanpa menunggu aba-aba lagi, kami berempat segera berhambur dan menyerbu gerobak milik beliau. Rp. 15.000,- kami habiskan buat membeli bakso-bakso itu, ternyata tidak hanya perut Nobita yang minta dikasihani, perut-perut yang lain jugak tak mau kalah bersahut-sahutan. setelah membayar lunas (Gak pake ngutang), langsung saja, kami mencari tenpat yang strategis namun tetap exis berkodak ria. Kami berempat memutuskan untuk menaiki tambul-tambul di sepanjang pantai Syiah Kuala. Menyantap bakso goreng merupakan andalan kami ketika bepergian seperti ini, sesekali kerlap-kerlip camera L-300 (baca, L-60) ikut mengabadikan jejak-jejak kami yang tersapu keringat. (huaaaaahhhhhhh, pedasnye).
Lagi nungguin bakso bakar...
MAKNYUUUUUSSSSS!!

Sebelumnya SELFIE dulu
^_^
Senja mulai menghimpit, orang-orang mulai berdatangan memenuhi lokasi Makam Syiah Kuala, kebetulan sore itu ada zikir akbar digelar di sana. Namun, kami memutuskan untuk pulang lebih awal dan melaksanakan shalat magrib di mesjid Oman.
 
Senja di Syiah Kuala Beach


[1] Lokasi tempat objek wisata spiritual yang berupa Makam Syiah Kuala ini terletak di daerah pinggir Pantai, atau lebih tepatnya muara Sungai Aceh, yang terletak Desa Deyah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, kota Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lokasi objek wisata Makam Syiah Kuala ini sangat mudah di temukan karena tidak begitu jauh jaraknya dari pusat kota, di sekitaran kawasan Kreung Aceh, mungkin hanya sekitar 3 kilometer saja. Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi anda, atau anda juga bisa memilih naik angkutan umum yang ada. (sumber: http://jalan2.com/city/banda-aceh/makam-syiah-kuala/)

No comments:

Wednesday, May 21, 2014

JJS (JUNGKIR-JUNGKIR ON THE STREET)



Tepat jam 16.00, aku sudah siap lengkap dengan tas ransel dan pakaian resmi ke kampus. Tiba-tiba, hp bergetar sesaat. Aku melihat layar kelap-kelip menandakan ada satu  pesan masuk. Segera ku buka, dan....
Agrhhh.. ingin sekali aku berteriak kencang, lebih kencang, paling kencang, paliiiiiinnnngggggggggggg kencang lagi.
”Salam.. Listening kita gak masuk ya.” J
From “Kiwil”(Nama samaran, tapi ada benarnya).
“Mak anakmu galau, masak udah capek solek santek-santek selama tiga jam, malah gak jadi masuk kuliah.” (WARNING! Jangan dibayangin gimana wajah ane saat itu yah). Meski kesal, aku tetap menebar senyum lho, kata ust, senyum itu sedeqah yang paling mudah. Jadilah semuanya ku ajak senyum. Tak terkecuali (guling, bantal, kasur, dinding, cermin, nyamuk, semut, laba-laba, kecoak, dll, dsb, dst, dan kawan-kawannya).
Bosan... aku mulai bosan senyam-senyum sendiri. Ku cari makhluk ajaib yang bisa berbicara langsung tanpa harus bertatap muka sekalipun. Dengan lihai ku ketik tombol-tombol yang tak berbentuk lagi. Aku tersenyum ketika seorang perempuan mengangkatnya. “syukurlah, lebih cepat dari yang kubayangkan.”
Your number calling is busy, please try again in the few minutes.(hey, ini bukan suara Nobita, tapi ini....!!!).
Hening....
Lima menit kemudian, aku kembali menekan nomor yang sama. Lagi-lagi yang mengangkatnya juga masih suara yang sama, bedanya kali ini suara itu terdengar disertai terjemahannya “Maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi!” Dengan kesal kubanting hp yng tak berdosa itu di atas kasur. Tiba-tiba “prang!”  Terdengar suara piring pecah (loh...? Kok gak nyambung). Lalu kupungut lagi hp yang mulai terduduk lemas, aku masih saja ngotot dan belum ada kapok-kapoknya. Kini aku berinisiatif untuk mengirimnya sms “Nob, JJS yok!” (baca, Jungkir-Jungkir On the Street).
Satu menit... dua menit... lima menit...sepuluh menit...
“Dasar Nobita!” geramku.
Lalu aku mulai menekan kontak yang lain. “tut... tut... tut...”terhubung!
“Iim, kita ke Syiah Kuala ya. Gak mau tau, bentar lagi kakak jemput.” (kali ini pasang suara banteng, biar terdengar horor dikit). “Em, iya kak. Tapi...” (Hp mati).
Hehehee... di ujung Lingke, aku terkekeh sendiri, betapa nikmatnya hidup ini bila dilakukan sepenuh hati... (lirik tanpa lagu). Sekitar lima belas menit kemudian, aku sudah sampai di kost-an Nobita. (Gak ada expresi -_-) “Kemana kita?” tanyanya sok basa-basi (padahal jelas aku udah ngabisin pulsa buat telpond dia, tapi dengan tega justru dia selingkuh dan ngebiarin mbak-mbak yang tak ku tau identitasnya ngomong sendiri. Eh, pas dicek paketnya belum berkurang sama sekali. Ckckck). “Mau kemana kita?” Prok-prok-prok-prok... “Syiah Kuala” “Mau kemana kita?” prok-prok-prok-prok “Syiah Kuala”. “Mau kemana kita?” prok... “cukup-cukup, Nola d’explorel tayangnya sabtu-minggu. Sontak Nobita kabur dan bersemayam di kamar mandi “Pergilah kau, pergi dari hidupku...” “Sungguh teganya, teganya, teganya...” aku pun pergi, meninggalkan Nobita seorang diri, bukan apa-apa. Kalau aku lebih sabar lagi, maka aku akan siap masak seketika dia kembali menemuiku (It’s so long beb, i can’t waiting for more...).
Selamat dari Nobita, nyangkut di kost Iim. “Angkat donk, angkat donk... gue mau ngomong... angkat donk, angkat donk, gue, dang... ding... dong). Di situ lebih sedih lagi, udah nunggu lima menit, dikawal lagi sama nenek-nenek (ini tambahan penulis biar keliatan lebih exstream lagi). Sesaat, Iim yang ditunggu pun datang. “Akhirnya...” Fiuh, buang nafas.. fiuh.. buang lagi.. fiuh lagi...”Eh, kakak gak asma kan?” Sambil garuk-garuk aspal! “Asma sih enggak dek, tapi as... as... asma soho yahooo (iklan).
Misi kedua selesai. Aku mengantar Iim sampai ke kost Nobita lagi dan menemukannya dalam keadaan tergeletak. “Kenapa? Panggil ambulance” namun yang terjadi... jreng.. jreng... “Cayya.. cayya.. cayya.. cayya.. cayya... cayya.. cayya..cayya..cayya.. cayya”. (sontak kami ber-O ria).
Tepat pukul 17.30, kami berempat sudah berkumpul (Aku, Nobita, Iim dan terakir Anuk). Sebelum berangkat, berdo’a pun dimulai... (baca do’a sesuai kemampuan nafsi-nafsi, ckckck).
Beat mulai bergerak, meninggalkan Darussalam. Semilir angin sore ikut menghiasi jejak keempat pengkelana yang tak bisa diam. Tak lama kemudian, kami sudah sampai di lampu merah Lampriet. Mempercepat laju dan mengejar lampu hijau yang mulai bergerak merah. (Hap-hap, lalu ditangkap). Motor bebek merah vs putih itu bergerak ke arah Lam Dingin, melewati beberapa perumahan warga yang berjejer rapi di sepanjang jalan. Kemudian berbelok sebelah kanan dan lurus saja hingga menemukan ujung jalan ke arah Makam Syiah Kuala[1]. Tiba di sana, kami tak ingin membuang-buang waktu. Langsung saja (Jepret... jepret... ciieerrrssss...) “eh, tunggu, ane juga dunk” Teriakku. Adegan selfie-selfiean pun terus berlanjut. Hingga, semuanya harus diakiri ketika ada suara aneh yang terus menganggu pendengaran (kruukkk... krukkk) “Suara siapa itu?” tanya Nobita. (Suaraku, sahut sang mkhluk). “Dimana? Kok gak keliahatan?” (Aku diperutmu) wak wak wak...
TRIO KWEK-KWEK

Sontak kami tertawa, ketika menyadari makhluk di perut Nobitalah yang teriak minta dikasihani. Tak jauh dari situ, kami melihat ada bapak penjual bakso goreng, baunya saja sudah tercium hingga jarak 10 meter. Tanpa menunggu aba-aba lagi, kami berempat segera berhambur dan menyerbu gerobak milik beliau. Rp. 15.000,- kami habiskan buat membeli bakso-bakso itu, ternyata tidak hanya perut Nobita yang minta dikasihani, perut-perut yang lain jugak tak mau kalah bersahut-sahutan. setelah membayar lunas (Gak pake ngutang), langsung saja, kami mencari tenpat yang strategis namun tetap exis berkodak ria. Kami berempat memutuskan untuk menaiki tambul-tambul di sepanjang pantai Syiah Kuala. Menyantap bakso goreng merupakan andalan kami ketika bepergian seperti ini, sesekali kerlap-kerlip camera L-300 (baca, L-60) ikut mengabadikan jejak-jejak kami yang tersapu keringat. (huaaaaahhhhhhh, pedasnye).
Lagi nungguin bakso bakar...
MAKNYUUUUUSSSSS!!

Sebelumnya SELFIE dulu
^_^
Senja mulai menghimpit, orang-orang mulai berdatangan memenuhi lokasi Makam Syiah Kuala, kebetulan sore itu ada zikir akbar digelar di sana. Namun, kami memutuskan untuk pulang lebih awal dan melaksanakan shalat magrib di mesjid Oman.
 
Senja di Syiah Kuala Beach


[1] Lokasi tempat objek wisata spiritual yang berupa Makam Syiah Kuala ini terletak di daerah pinggir Pantai, atau lebih tepatnya muara Sungai Aceh, yang terletak Desa Deyah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, kota Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lokasi objek wisata Makam Syiah Kuala ini sangat mudah di temukan karena tidak begitu jauh jaraknya dari pusat kota, di sekitaran kawasan Kreung Aceh, mungkin hanya sekitar 3 kilometer saja. Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi anda, atau anda juga bisa memilih naik angkutan umum yang ada. (sumber: http://jalan2.com/city/banda-aceh/makam-syiah-kuala/)

No comments: