Tuesday, March 17, 2015

Hadirkan Cinta Lewat Seulaweut

Apa yang engkau tahu tentang cinta? Jatuh dari mata, turun ke hati atau dibangun dari hati lalu turun ke mata. Cinta versi saya merupakan perasaan yang tak sengaja hadir lewat sebuah kekaguman, disaksikan oleh mata, dirasakan oleh jiwa, digenggam oleh akal dan diproklamirkan oleh hati. Ketika seseorang mencintai, maka biasanya lupa pada hal lain. Seperti lupa makan, lupa tidur bahkan lupa kalau dia sendiri masih bernyawa. Tak salah bila pepatah “Kalau cinta sudah melekat, tahi kucing terasa coklat”masih sangat popular di kalangan orang-orang yang menjadikan cinta segala-galanya, bahkan sampai sekarang. Tidak ada yang berani menyalahkan cinta, selama dia dialamatkan pada manusia yang tepat. Baik, sekilas gambaran tentang cinta sudah tau. Lalu, apa pula itu seulaweut? Seulaweut itu sendiri, berasal dari bahasa Aceh yang berarti shalawat.
Sebagaimana pepatah arab menyatakan :
 “Barang siapa yang mencintai sesuatu, pastilah ia mengingat/banyak menyebutnya”
Nah, sudah jelas bukan. Ketika seorang mencintai orang yang dicintainya, maka pastilah setiap sa’at orang itu tak lepas dari jangkauan ingatannya. Pagi, siang, malam, bahkan hingga pagi lagi, siang lagi dan malam lagi.
Aku mau makan… kuingat kamu, aku mau tidur… kuingat kamu, oh cinta…
Seterusnya,  aku mau, kau tak mau, aku kecewa, kau tertawa, aku makan hati dan kau pergi. Mogok makan, banting tipi, kunci kamar, minum baygon *loh. Begini kalau mencintai orang yang salah dengan cara yang salah pula.
Lalu, bagaimana ketika kita mampu menghadirkan cinta kepada Rasulullah saw. Sudah pasti, apapun kesibukan kita, sepadat apapun jadwal tayang kita, tak akan menjadikan semua itu suatu alasan terhambatnya langkah untuk  selalu mengagungkan namanya. Ketika kita berusaha untuk memudahkan keadaan dan bukan mempersulit, maka Allah swt juga akan memudahkan, pun begitu sebaliknya. Dengan begitu, walau tak langsung, kita sudah menghadirkan cinta yang sesungguhnya cinta. Bukan cinta sembarang cinta.

Rasulullah saw bersabda bersabda:
“Orang yg paling dekat denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat untukku (HR. Turmudzi).”
Jangan cuma giliran maulid Nabi saja kita berbondong memenuhi undangan makan gratis, giliran setelahnya kita lupa ingatan. Setidaknya membiasakan bershalawat, minimal 3x setiap setelah shalat fardhu adalah bukti usaha kita sebagai sang pencinta.
Kakak-kakak, adik-adik, abang-abang, kakek-nenek, saudara-saudara semua, baik tua maupun muda, baik berkaca mapun berlensa, ketahuilah, sesungguhnya orang yang membacakan shalawat kepada Nabi, mengajak bershalawat dan memperdengarkannya kepada orang lain, itu adalah ibadah dan berbonus pahala bagi yang ikhlas mengerjakannya.
Di sini, kita selaku rakyat Aceh yang baik dan beradab dengan penduduknya yang mayoritas muslim, patutlah bersyukur, sebab radio Seulaweut FM dengan frekuesi 91.00 FM ini menjadi radio Islamic pertama kali yang menayangkan program-program yang bersifat religius, seperti tayangan bacaan Al-matsurat sebagai zikir pagi-sore, kajian-kajian keislaman serta beberapa kupasan mengenai kisah seputar Rasulullah saw  yang sangat menginspirasi. Jadi, dari pada kita hanya duduk menghabiskan waktu berjam-jam di warung kopi, akses apa yang tidak seharusnya diakses, lebih baik, berdiam di rumah dan mendengarkan radio Seulaweut FM yang mengangkat tema “Nyaman di Hati, Membuka Cakrawala”. Selain hemat isi dompet, juga bisa berhemat diri untuk hal-hal yang tidak berguna. 
Tag Line of Radio Seulaweut 91.00 FM

Ketika kita membiasakan hal kecil namun bernilai positive, maka hal besar, dengan sendirinya akan terseret ikut di dalamnya.  

Wallaahu ‘alam bin shawab…

Tuesday, February 24, 2015

Ku Berikan Cermin, Maka Bersyukurlah!!!

Ada banyak tanda yang tak mampu diterjemahkan satu-satu, bahkan akal sering menolak daripada menerimanya. Sa’at sedang berjalan tiba-tiba jatuh, penyebabnya hanya sebongkah kerikil kecil yang tak sengaja kita injak. Atau sa’at kita minum tiba-tiba terbatuk. Hal ini sangat biasa, mungkin, namun kita melupakan sesuatu, bahwasanya sebalik itu ada Dzat yang Maha menggerakkan.

Sebut saja roda. Bila tak ada mesin yang menggerakkan, bagaimana mungkin dia bisa berputar. Ah, terlalu banyak basa-basi. Di sini saya ingin katakan bahwa, tidak selamanya kita akan makan yang sama, bahkan tak jarang juga kita tidak makan sama-sekali. Lantas mengapa kita harus berbusung dada, berjalan melenggak hanya karna sedikit kelebihan yang dititikan Allah.
Ok, hari ini kita bisa berkumpul dengan keluarga tercinta, bermain dengan anak ayam atau ikut-ikutan menempah batu apik yang kini menjadi pembicaraan terhangat dikalangan tua-muda. Tidak. Belum tentu. Bisa saja besok, lusa atau nanti, bahagia itu akan menjelma lautan airmata karna kehilangan, karna kepergian, karna sakit, karna musibah. Macam-macam. Nah, dari situ, kita baru belajar, sudahkah kita mempersiapkan diri dengan keadaan apapun yang nanti akan kita hadapi. Apakah kita cukup dengan hanya berpangku tangan, melihat dan mendengar saja ketika ada saudara kita tertembak, terbakar, teriris bahkan tersayat? Apakah kita akan membantu menawarkan bahu untuk meringankan beban mereka, mengulurkan tangan untuk saling memapah atau kita akan duduk mengunci pintu sambil mendengar ayat-ayat setan di balik alat bernama headset?

Apakah engkau bisa menjanjikan bahwa bahagia itu hanya untuk orang yang berdasi, berbintang dan berpangkat? Sedang sengsara itu hanya bagi anak-anak yang mengadu nasib dengan mengumpulkan recehan di tepi jalan, menawarkan upahan di tiap-tiap rumah atau orang-orang yang beralaskan bumi dan beratapkan langit? Apa itu yang kau sebut takdir. Yang buta akan tetap buta karna takdir, yang tuli akan tetap tuli karna takdir, yang meminta akan terus meminta karna takdir, yang bermaksiat terus bermaksiat karna takdir? Apakah ini jawabannya?

Lalu untuk apa Allah swt menurunkan QS.Ar-ra’du : 11?

....إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ....

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” .
            
Tidakkah kita bercermin dari orang-orang sebelum kita? Bagaimana nasib mereka tatkala lupa dimana bumi tempat dia berpijak, dimana laut tempat dia berlayar, dimana hutan tempat bercocok tanam. Lantas, setelah cobaan itu datang, kita malah berlomba-lomba menuntut “TUHAN TIDAK ADIL” “TUHAN PILIH KASIH” begitukah cara kita bersyukur selama ini? Darah, daging, tulang dan kulit, ketika ditiupakan roh, maka jadilah kita, MANUSIA. Makhluk yang paling mulia sekalipun disandingkan dengan golongan malaikat dan jin. Pantaskah kita menuntut hak sedag kita sendiri hidup di istana. Hak apalagi yang kita inginkan, sedang segala kebutuhan sudah disediakan. Berterimakasih. Yah, berterimakasihlah setidaknya 1 hari 5x tiap usai bersujud. Disitulah engkau benar-benar menjadi manusia yang bersyukur.




Sunday, February 8, 2015

Sebab Kita Satu

Jauh kau menggoda inginku akan setiap bayang mengelabu
Kau nyelinap masuk dari pintu mana saja, hingga memaksa aku tuk menurut
Sepotong bolpoint dan selembar kertas putih menjadi saksi harapanmu kala itu
Bukan semu. Dengan tertatih aku mulai menyusun sajak apa saja hingga engkau ada dalam nyata.

Pertama kalinya, ya pertama kalinya aku menikmati hadirmu, setelah ribuan abad kau mengusik, berbisik, menggelitik otakku.
Kau berhasil, melumpuhkan lengahku, walau tidak sepenuhnya.

Jujur, dari dulu aku tak tega melihatmu gentayangan sepanjang siang-malam
Berharap  aku memberi kebebasanmu bersua.
Aku malu, aku takut jika aku berhasil menjamu, engkau malah tersisihkan diantara pesaing-pesaingmu yang lain.
Mereka hebat, mereka kuat…
Mereka adalah penyair-penyair dunia berbakat.

Sedang aku???
Aku hanyalah hawa, yang nekat menggoncang dunia dengan menggadaikan sabdamu
Mustahil aku bisa, jelas aku gagal, karna ku tak mampu.
Aku malu, aku ragu, sebab aku dungu.
Aku bukan penyair, tak layak aku dikatakan penyair.

“Mereka yang kau sebut penyair dunia juga berasal dari engkau-engkau yang pemula” ini katamu.
Kau tersenyum, seraya melanjutkan “Ini bukan persoalan mampu atau tidak, namun ini persoalan mau atau tidak”
Kau menatapku, aku balas menatap.
Lalu, kau mengangguk, mantap, sambil mengacungkau dua jempol untukku.

Sejak itu, aku mulai menerimamu, bukan karna terpaksa,

Namun, karna aku mulai menyukaimu. 



 @Laskar Syuara 227_FLP Cab. Banda Aceh

Wednesday, January 21, 2015

Hujan Bulan Desember

Hujan bulan desember kembali menderu, mengepakkan sayap basah di sepanjang jalanan kota Banda Aceh. Antrian kendaraan dengan klakson yang bersahutan menjadi menu wajib bagi para pengendara beroda. Sesekali terlihat anak kuliahan duduk di haltle dengan mendekap buku di dada, sambil menanti salah satu labi-labi menjemput atau sebagian yang lain justru memilih berjalan kaki. Dan aku termasuk dari golongan yang berjalan kaki saat ini, sebab selain menghemat uang jajan, juga menyegarkan pendengaran dari suara bising tombol yang terdengar dari kendaraan yang berlalu lalang, tiiiittttt…tiiiittttt, poopppp..poooppp. Ah,  sesekali ikut berjalan sehat, kenapa tidak. Lagian jarak antara kost ke kampus hanya 10 menit bila berjalan kaki.
Tiba-tiba, mataku menangkap sosok anak perempuan yang duduk manis di salah satu toko kelontong depan mesjid Fathun Qarib[1]. Saat ingin mendatanginya, azan pun berkumandang. Ini adalah panggilan Rabbku, Tuhan seru sekalian alam. Kuacuhkan pikiran tentang  anak perempuan itu beberapa saat, dan bersegera mendirikan shalat zuhur berjama’ah. 15 menit berlalu, kembali kuarahkan pandang ke seberang jalan, anak itu masih di situ, mungkin orangtua belum datang menjemput. Tak perlu lama, aku sudah di depannya. Aneh, aku tak menemukan gelagat ingin menghindar sama sekali, dia masih tetap di tempat semula tanpa merasa kalau di depannya ada orang lain yang sedang memperhatikannya. Apakah anak ini buta? Pertanyaan tak terkontrol muncul di kepalaku, tanpa menanya lebih dulu, ku goyangkan tangan kananku di depan matanya, dia melihat, tapi anak matanya seolah tak menimbulkan reaksi.
“Assalamu’alaikum, adik manis. Apa kakak boleh gabung?” tanyaku pelan, namun pasti. Kulihat dia sedikit bergeser ke kanan, terlihat wajahnya agak menegang, sangking kagetnya. “Wa’alaikum salam, kakak siapa?” dia justru berbalik tanya. “Pangil kakak, Tunis!” kutuntun tangan mungilnya memegang wajahku, berniat tuk cairkan beku di dirinya. “Kakak berjenggot ya? Wah, pasti kakak ganteng. Kenalkan, kak, saya Muara!” tangan itu pun berpindah di hadapan, dia menyalamiku, layaknya guru besar yang sudah lama tak jumpa. Entah kenapa, melihat kepolosannya, aku kembali teringat dengan adik perempuanku yang telah tiada 10 tahun lalu, tangannya terlepas tepat ketika tsunami menghantam tubuh kami seketika. Dia hanyut terbawa air pekat, sedang aku tersangkut di atas ranting pohong. Bahkan hingga kini, aku tidak menemukan jasadnya, kupercaya, Allah telah memilihkan adikku sebagai salah satu calon bidadari surga kelak. Amien.
“Kakak melamun yah? Kok kakak nangis?” kurasakan lagi, tangan kecil itu memegang wajahku, dia mengusap air mata yang menetes seperti seorang ibu yang menenangkan bayi kecilnya. “Ah, kakak sangat senang kenal dengan Maura, lucu, baik, cantik lagi.” Aku sengaja tak menanggapi pertanyaan itu, sebab tak ingin suasana hujan mendukung sensasi untuk bergalau ria. Kulihat dia tersipu, rona merah muda terpampang jelas di kedua lesung pipinya. Sangat mirip dengan Dindaku. “Pulang kemana dik? Ini ada payung, Maura boleh bawa pulang sementara waktu.” Dia tak berkutik, lagi, tak memberi respon. Lama kami terdiam, hingga akirnya dia bersuara. 


“Maura tinggal di Lingke kak, tapi Maura gak bisa melihat jalan, Maura buta.” Setitik airmata menetes di kerudung putihnya. “Tadi, mamak nelpon, katanya gak bisa jemput Maura, sore ini, mamak ada rapat mendadak di kantor.” Kembali hening. “Ya sudah, jangan nangis, kakak akan mengantarkan Maura pulang ke rumah.” Kutinggalkan dia sesaat, agak menjauh, kurogoh Hp tet tot peninggalan Cina dan menghubungi salah satu kontak di dalamnya. “Akh Ryan, ada di kost gak? Ane di dekat kost ente nih, bisa ketemu tidak? Ok, ok, ane ke sana sekarang.” Tut…tut…tut… obrolan terputus. Setelah permisi ke Maura kecil, segera kutemui Ryan dan memintanya meminjamkan motor barang 15 menit. Beruntung dia tidak ada kuliah siang ini, jadi aku bisa membawanya saat itu juga. “Syukran akh, secepatnya akan ane kembalikan.” Lawan bicaranya hanya tersenyum seraya menepuk pundakku “Sampailah dengan selamat, itu yang terpenting.” Aku membalas senyumnya, setelah memberi salam dan berpamitan, aku segera menemui gadis cilik yang masih menunggu dengan sabarnya.

Suka-Suka Kita

Setelah magrib, setelah makan malam, sambilan ngunyah bantal…
PING (masih sabar) PING (mulai gigit kaki ranjang) PING PING PING… PONG PANG PENG.. PIANG…PIONG…PEOT… (apaan lagi) “Besok kita ECD gak masuk yah!” (muncul satu bintang) “Eh, yang benar?” (jawab si anu) “Iya, tadi anak unit 4 masuk pak Er, katanya besok (minggu) kita gak masuk!” (Nah, udah tumbuh bunga) “Masak sih cing, gak pecaya deh”( Kali ini hati yang nyahut) “Ye…ye…la…la..la” baru kemudian aku loncat-loncat kegaringan, agenda kuliah di hari nyuci nasional segera didiskualifikasi dari daftar.
Satu pesan masuk dari wakil direktur, ummi Dijah “Besok jam 07.00 harus segera sampai di TPA”. Acara makan pudding jagung sama ayam keremes  di rumah kak yusi harus  dibatalkan sebelum terlanjur becek. (Gagal gratisan)
***
Hari H (bukan hari Z) pun tiba. Pukul 06.30, aku dengan jubah maha besar segera meleset ke warung nasi, depan lorong, Jeulingke. Niatnya mau makan sepiring sendiri sih, segera kuurung, karna aku harus ngambil nonmor antrian antrian tempat duduk, sepanjang laju Channai Express di pilem india mereketehe.
“Bungkus ya kak! Ucapku.”
“Pake apa, dik?”
“yang paling murah pake apa kak?” 
“Pake bungkusnya doang dek, gratis lagi”
 (Jlep!!! Ah, kakak mukanya serius kali kok, mau ngelayani apa mau ajak perang dunia ketiga, kakak…). Adegan sesat pun segera menguap, seiring laju beat merah yang tersedat-sedat di sepanjang Simpang Mesra, Jembatan Lamnyong, Simpang Galon, Jalan Inong Balee, menuju TPA Al-Mukhayyarah, Darussalam.
Pukul 07.00 , motor-motor keluaran Jepang, Cina, Singapure, Thailand, Korea, Arab Saudi, sudah berjejer satu-satu di sepanjang parkiran. Orangtua santri juga mulai berdatangan, menenteng bekal untuk si buah hati sekalian buat ust-ummi (hehe). Di pojok samping Mushalla, merangkap TPA sekaligus, dua orang ummi lagi menikmati sesuatu. Kembali kutajamkan mata, memastikan kalau aku sendiri tak salah lihat. Ternyata benar, mereka sedang menikmati sarapan pagi. Kikuk kikuk…
            Yeyeyeye… aku punya kawan. Segera mungkin bungkus nasi gurih ku keluarkan, mulai ambil ancang-ancang sebelum penonton lebih banyak lagi bermunculan. Alhamdulillah, suapan pertama meluncur bebas, melewati rongga mulut, kerongkongan, lambung, sampai ke hati. Tiga, empat, lima ummi mulai ikut bergabung. Di sana sudah ada, ummi Tutia, ummi Latipah, ummi Abidah, dan beberapa ummi baru (maaf ya mi, bukan sombong, tapi lagi amnesia soalnya :’(
“Dik, siap-siap untuk latihan yel-yel kembali sebelum berangkat ke Wahana Impian Malaka.” Ummi Dijah mengingatkan. Aku mengangguk sambil berlalu setelah bungkus nasi gurih mulus tak bersisa, juga setelah selfie-selfie-an bareng ummi badai.  Satu, dua, tiga, empat, lima, ummi-ummi pun mulai membubarkan arisan sarapan pagi.
***
            “Kita adalah kelompok “Wardah” gak kompak, ulang lagi. “Kita adalah kelompok “Wardah” “eh, salamnya mana?” “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh”. Tunggu-tunggu. “Acut, ulangi dari SIAP GRAK, SETENGAH LANCANG KANAN GRAK” cepat mimpin kelompoknya. “Alah, ummi nih!!!” “Acut, ayo nak, yang semangat yah.” “Ummi, malu mi. “Lah, kok malu?” “Ummi aja PD, masak kalian mau dikalahin ummi sih. Kan yang anak TPA kalian, bukan ummi”.(gak ada dalam text). “Ok..ok.. latihan kali ini sudah cukup, eits, maksud ummi… sekali lagi sebelum kita naik mobil bareng-bareng.” “Yahhhhhhhh…..” Dari kelompok yel-yel ummi Tutia,  juga tambah heboh “Senangnya tuh di sini, senangnya tuh di sini, senangnya tuh di sini, yeyeye… (Opps, lupa lirik).
Kelap kelip camera dari tiap sudut, gak mau kalah exis, tetap ikut memeriahkan. Ceklap..ceklip…klickkk….
Pukul 08.00 kami berangkat. Aku dapat kloter anak santri wan. Di sana sudah duduk manis ummi Tina, ummi Nora, Ummi Nisa, Ummi dan lain-lain,  juga ada Ust Rian, Ust Ma’rif, Ust Igun, dan ust-ust lain. Dari arah belakang muncul suara gitar, Jreng… jreng..jreng… “Yaa Thaiba… yaa.. thaiba.. ya dhawal ‘ayaana…” GANTI LAGU  “Nasaluuka…yaman huallah hulladzi…Ummi Susan dan Ust Rahmad lalu memutuskan untuk duel maut. Setelah berdebat cukup panjang, terpilihlah lagu“Ada apa denganmu?” sebagai rekor pecah musik pengantar mimpi buruk dari dalam bus SCTV.

Tiba-tiba, ada yang memulai “Kosong-kosong, kosong-kosong, kosong kosong saudara, kosong apa, kosong apa, kosong apa, saudara?… (ini suara dari ummi-ummi). “Kosong botol-kosong botol kosong botol saudara (Lanjut ust-ust) botol apa, botol apa, botol apa, saudara.” “Botol limun, botol limun, botol limun, saudara (Jawab ummi-ummi kece badai halilintar), nah ust kalang-kabut mau jawab limun apa kan, gak nyambung *Khak-khak-khak? (ketawa sambil nyemburin api) :D 
-_-

Konser atau baca koran :D


Ummi Susan Modus
*Peace ^_^
Be Continue....

Tuesday, March 17, 2015

Hadirkan Cinta Lewat Seulaweut

Apa yang engkau tahu tentang cinta? Jatuh dari mata, turun ke hati atau dibangun dari hati lalu turun ke mata. Cinta versi saya merupakan perasaan yang tak sengaja hadir lewat sebuah kekaguman, disaksikan oleh mata, dirasakan oleh jiwa, digenggam oleh akal dan diproklamirkan oleh hati. Ketika seseorang mencintai, maka biasanya lupa pada hal lain. Seperti lupa makan, lupa tidur bahkan lupa kalau dia sendiri masih bernyawa. Tak salah bila pepatah “Kalau cinta sudah melekat, tahi kucing terasa coklat”masih sangat popular di kalangan orang-orang yang menjadikan cinta segala-galanya, bahkan sampai sekarang. Tidak ada yang berani menyalahkan cinta, selama dia dialamatkan pada manusia yang tepat. Baik, sekilas gambaran tentang cinta sudah tau. Lalu, apa pula itu seulaweut? Seulaweut itu sendiri, berasal dari bahasa Aceh yang berarti shalawat.
Sebagaimana pepatah arab menyatakan :
 “Barang siapa yang mencintai sesuatu, pastilah ia mengingat/banyak menyebutnya”
Nah, sudah jelas bukan. Ketika seorang mencintai orang yang dicintainya, maka pastilah setiap sa’at orang itu tak lepas dari jangkauan ingatannya. Pagi, siang, malam, bahkan hingga pagi lagi, siang lagi dan malam lagi.
Aku mau makan… kuingat kamu, aku mau tidur… kuingat kamu, oh cinta…
Seterusnya,  aku mau, kau tak mau, aku kecewa, kau tertawa, aku makan hati dan kau pergi. Mogok makan, banting tipi, kunci kamar, minum baygon *loh. Begini kalau mencintai orang yang salah dengan cara yang salah pula.
Lalu, bagaimana ketika kita mampu menghadirkan cinta kepada Rasulullah saw. Sudah pasti, apapun kesibukan kita, sepadat apapun jadwal tayang kita, tak akan menjadikan semua itu suatu alasan terhambatnya langkah untuk  selalu mengagungkan namanya. Ketika kita berusaha untuk memudahkan keadaan dan bukan mempersulit, maka Allah swt juga akan memudahkan, pun begitu sebaliknya. Dengan begitu, walau tak langsung, kita sudah menghadirkan cinta yang sesungguhnya cinta. Bukan cinta sembarang cinta.

Rasulullah saw bersabda bersabda:
“Orang yg paling dekat denganku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat untukku (HR. Turmudzi).”
Jangan cuma giliran maulid Nabi saja kita berbondong memenuhi undangan makan gratis, giliran setelahnya kita lupa ingatan. Setidaknya membiasakan bershalawat, minimal 3x setiap setelah shalat fardhu adalah bukti usaha kita sebagai sang pencinta.
Kakak-kakak, adik-adik, abang-abang, kakek-nenek, saudara-saudara semua, baik tua maupun muda, baik berkaca mapun berlensa, ketahuilah, sesungguhnya orang yang membacakan shalawat kepada Nabi, mengajak bershalawat dan memperdengarkannya kepada orang lain, itu adalah ibadah dan berbonus pahala bagi yang ikhlas mengerjakannya.
Di sini, kita selaku rakyat Aceh yang baik dan beradab dengan penduduknya yang mayoritas muslim, patutlah bersyukur, sebab radio Seulaweut FM dengan frekuesi 91.00 FM ini menjadi radio Islamic pertama kali yang menayangkan program-program yang bersifat religius, seperti tayangan bacaan Al-matsurat sebagai zikir pagi-sore, kajian-kajian keislaman serta beberapa kupasan mengenai kisah seputar Rasulullah saw  yang sangat menginspirasi. Jadi, dari pada kita hanya duduk menghabiskan waktu berjam-jam di warung kopi, akses apa yang tidak seharusnya diakses, lebih baik, berdiam di rumah dan mendengarkan radio Seulaweut FM yang mengangkat tema “Nyaman di Hati, Membuka Cakrawala”. Selain hemat isi dompet, juga bisa berhemat diri untuk hal-hal yang tidak berguna. 
Tag Line of Radio Seulaweut 91.00 FM

Ketika kita membiasakan hal kecil namun bernilai positive, maka hal besar, dengan sendirinya akan terseret ikut di dalamnya.  

Wallaahu ‘alam bin shawab…

Tuesday, February 24, 2015

Ku Berikan Cermin, Maka Bersyukurlah!!!

Ada banyak tanda yang tak mampu diterjemahkan satu-satu, bahkan akal sering menolak daripada menerimanya. Sa’at sedang berjalan tiba-tiba jatuh, penyebabnya hanya sebongkah kerikil kecil yang tak sengaja kita injak. Atau sa’at kita minum tiba-tiba terbatuk. Hal ini sangat biasa, mungkin, namun kita melupakan sesuatu, bahwasanya sebalik itu ada Dzat yang Maha menggerakkan.

Sebut saja roda. Bila tak ada mesin yang menggerakkan, bagaimana mungkin dia bisa berputar. Ah, terlalu banyak basa-basi. Di sini saya ingin katakan bahwa, tidak selamanya kita akan makan yang sama, bahkan tak jarang juga kita tidak makan sama-sekali. Lantas mengapa kita harus berbusung dada, berjalan melenggak hanya karna sedikit kelebihan yang dititikan Allah.
Ok, hari ini kita bisa berkumpul dengan keluarga tercinta, bermain dengan anak ayam atau ikut-ikutan menempah batu apik yang kini menjadi pembicaraan terhangat dikalangan tua-muda. Tidak. Belum tentu. Bisa saja besok, lusa atau nanti, bahagia itu akan menjelma lautan airmata karna kehilangan, karna kepergian, karna sakit, karna musibah. Macam-macam. Nah, dari situ, kita baru belajar, sudahkah kita mempersiapkan diri dengan keadaan apapun yang nanti akan kita hadapi. Apakah kita cukup dengan hanya berpangku tangan, melihat dan mendengar saja ketika ada saudara kita tertembak, terbakar, teriris bahkan tersayat? Apakah kita akan membantu menawarkan bahu untuk meringankan beban mereka, mengulurkan tangan untuk saling memapah atau kita akan duduk mengunci pintu sambil mendengar ayat-ayat setan di balik alat bernama headset?

Apakah engkau bisa menjanjikan bahwa bahagia itu hanya untuk orang yang berdasi, berbintang dan berpangkat? Sedang sengsara itu hanya bagi anak-anak yang mengadu nasib dengan mengumpulkan recehan di tepi jalan, menawarkan upahan di tiap-tiap rumah atau orang-orang yang beralaskan bumi dan beratapkan langit? Apa itu yang kau sebut takdir. Yang buta akan tetap buta karna takdir, yang tuli akan tetap tuli karna takdir, yang meminta akan terus meminta karna takdir, yang bermaksiat terus bermaksiat karna takdir? Apakah ini jawabannya?

Lalu untuk apa Allah swt menurunkan QS.Ar-ra’du : 11?

....إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ....

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” .
            
Tidakkah kita bercermin dari orang-orang sebelum kita? Bagaimana nasib mereka tatkala lupa dimana bumi tempat dia berpijak, dimana laut tempat dia berlayar, dimana hutan tempat bercocok tanam. Lantas, setelah cobaan itu datang, kita malah berlomba-lomba menuntut “TUHAN TIDAK ADIL” “TUHAN PILIH KASIH” begitukah cara kita bersyukur selama ini? Darah, daging, tulang dan kulit, ketika ditiupakan roh, maka jadilah kita, MANUSIA. Makhluk yang paling mulia sekalipun disandingkan dengan golongan malaikat dan jin. Pantaskah kita menuntut hak sedag kita sendiri hidup di istana. Hak apalagi yang kita inginkan, sedang segala kebutuhan sudah disediakan. Berterimakasih. Yah, berterimakasihlah setidaknya 1 hari 5x tiap usai bersujud. Disitulah engkau benar-benar menjadi manusia yang bersyukur.




Sunday, February 8, 2015

Sebab Kita Satu

Jauh kau menggoda inginku akan setiap bayang mengelabu
Kau nyelinap masuk dari pintu mana saja, hingga memaksa aku tuk menurut
Sepotong bolpoint dan selembar kertas putih menjadi saksi harapanmu kala itu
Bukan semu. Dengan tertatih aku mulai menyusun sajak apa saja hingga engkau ada dalam nyata.

Pertama kalinya, ya pertama kalinya aku menikmati hadirmu, setelah ribuan abad kau mengusik, berbisik, menggelitik otakku.
Kau berhasil, melumpuhkan lengahku, walau tidak sepenuhnya.

Jujur, dari dulu aku tak tega melihatmu gentayangan sepanjang siang-malam
Berharap  aku memberi kebebasanmu bersua.
Aku malu, aku takut jika aku berhasil menjamu, engkau malah tersisihkan diantara pesaing-pesaingmu yang lain.
Mereka hebat, mereka kuat…
Mereka adalah penyair-penyair dunia berbakat.

Sedang aku???
Aku hanyalah hawa, yang nekat menggoncang dunia dengan menggadaikan sabdamu
Mustahil aku bisa, jelas aku gagal, karna ku tak mampu.
Aku malu, aku ragu, sebab aku dungu.
Aku bukan penyair, tak layak aku dikatakan penyair.

“Mereka yang kau sebut penyair dunia juga berasal dari engkau-engkau yang pemula” ini katamu.
Kau tersenyum, seraya melanjutkan “Ini bukan persoalan mampu atau tidak, namun ini persoalan mau atau tidak”
Kau menatapku, aku balas menatap.
Lalu, kau mengangguk, mantap, sambil mengacungkau dua jempol untukku.

Sejak itu, aku mulai menerimamu, bukan karna terpaksa,

Namun, karna aku mulai menyukaimu. 



 @Laskar Syuara 227_FLP Cab. Banda Aceh

Wednesday, January 21, 2015

Hujan Bulan Desember

Hujan bulan desember kembali menderu, mengepakkan sayap basah di sepanjang jalanan kota Banda Aceh. Antrian kendaraan dengan klakson yang bersahutan menjadi menu wajib bagi para pengendara beroda. Sesekali terlihat anak kuliahan duduk di haltle dengan mendekap buku di dada, sambil menanti salah satu labi-labi menjemput atau sebagian yang lain justru memilih berjalan kaki. Dan aku termasuk dari golongan yang berjalan kaki saat ini, sebab selain menghemat uang jajan, juga menyegarkan pendengaran dari suara bising tombol yang terdengar dari kendaraan yang berlalu lalang, tiiiittttt…tiiiittttt, poopppp..poooppp. Ah,  sesekali ikut berjalan sehat, kenapa tidak. Lagian jarak antara kost ke kampus hanya 10 menit bila berjalan kaki.
Tiba-tiba, mataku menangkap sosok anak perempuan yang duduk manis di salah satu toko kelontong depan mesjid Fathun Qarib[1]. Saat ingin mendatanginya, azan pun berkumandang. Ini adalah panggilan Rabbku, Tuhan seru sekalian alam. Kuacuhkan pikiran tentang  anak perempuan itu beberapa saat, dan bersegera mendirikan shalat zuhur berjama’ah. 15 menit berlalu, kembali kuarahkan pandang ke seberang jalan, anak itu masih di situ, mungkin orangtua belum datang menjemput. Tak perlu lama, aku sudah di depannya. Aneh, aku tak menemukan gelagat ingin menghindar sama sekali, dia masih tetap di tempat semula tanpa merasa kalau di depannya ada orang lain yang sedang memperhatikannya. Apakah anak ini buta? Pertanyaan tak terkontrol muncul di kepalaku, tanpa menanya lebih dulu, ku goyangkan tangan kananku di depan matanya, dia melihat, tapi anak matanya seolah tak menimbulkan reaksi.
“Assalamu’alaikum, adik manis. Apa kakak boleh gabung?” tanyaku pelan, namun pasti. Kulihat dia sedikit bergeser ke kanan, terlihat wajahnya agak menegang, sangking kagetnya. “Wa’alaikum salam, kakak siapa?” dia justru berbalik tanya. “Pangil kakak, Tunis!” kutuntun tangan mungilnya memegang wajahku, berniat tuk cairkan beku di dirinya. “Kakak berjenggot ya? Wah, pasti kakak ganteng. Kenalkan, kak, saya Muara!” tangan itu pun berpindah di hadapan, dia menyalamiku, layaknya guru besar yang sudah lama tak jumpa. Entah kenapa, melihat kepolosannya, aku kembali teringat dengan adik perempuanku yang telah tiada 10 tahun lalu, tangannya terlepas tepat ketika tsunami menghantam tubuh kami seketika. Dia hanyut terbawa air pekat, sedang aku tersangkut di atas ranting pohong. Bahkan hingga kini, aku tidak menemukan jasadnya, kupercaya, Allah telah memilihkan adikku sebagai salah satu calon bidadari surga kelak. Amien.
“Kakak melamun yah? Kok kakak nangis?” kurasakan lagi, tangan kecil itu memegang wajahku, dia mengusap air mata yang menetes seperti seorang ibu yang menenangkan bayi kecilnya. “Ah, kakak sangat senang kenal dengan Maura, lucu, baik, cantik lagi.” Aku sengaja tak menanggapi pertanyaan itu, sebab tak ingin suasana hujan mendukung sensasi untuk bergalau ria. Kulihat dia tersipu, rona merah muda terpampang jelas di kedua lesung pipinya. Sangat mirip dengan Dindaku. “Pulang kemana dik? Ini ada payung, Maura boleh bawa pulang sementara waktu.” Dia tak berkutik, lagi, tak memberi respon. Lama kami terdiam, hingga akirnya dia bersuara. 


“Maura tinggal di Lingke kak, tapi Maura gak bisa melihat jalan, Maura buta.” Setitik airmata menetes di kerudung putihnya. “Tadi, mamak nelpon, katanya gak bisa jemput Maura, sore ini, mamak ada rapat mendadak di kantor.” Kembali hening. “Ya sudah, jangan nangis, kakak akan mengantarkan Maura pulang ke rumah.” Kutinggalkan dia sesaat, agak menjauh, kurogoh Hp tet tot peninggalan Cina dan menghubungi salah satu kontak di dalamnya. “Akh Ryan, ada di kost gak? Ane di dekat kost ente nih, bisa ketemu tidak? Ok, ok, ane ke sana sekarang.” Tut…tut…tut… obrolan terputus. Setelah permisi ke Maura kecil, segera kutemui Ryan dan memintanya meminjamkan motor barang 15 menit. Beruntung dia tidak ada kuliah siang ini, jadi aku bisa membawanya saat itu juga. “Syukran akh, secepatnya akan ane kembalikan.” Lawan bicaranya hanya tersenyum seraya menepuk pundakku “Sampailah dengan selamat, itu yang terpenting.” Aku membalas senyumnya, setelah memberi salam dan berpamitan, aku segera menemui gadis cilik yang masih menunggu dengan sabarnya.

Suka-Suka Kita

Setelah magrib, setelah makan malam, sambilan ngunyah bantal…
PING (masih sabar) PING (mulai gigit kaki ranjang) PING PING PING… PONG PANG PENG.. PIANG…PIONG…PEOT… (apaan lagi) “Besok kita ECD gak masuk yah!” (muncul satu bintang) “Eh, yang benar?” (jawab si anu) “Iya, tadi anak unit 4 masuk pak Er, katanya besok (minggu) kita gak masuk!” (Nah, udah tumbuh bunga) “Masak sih cing, gak pecaya deh”( Kali ini hati yang nyahut) “Ye…ye…la…la..la” baru kemudian aku loncat-loncat kegaringan, agenda kuliah di hari nyuci nasional segera didiskualifikasi dari daftar.
Satu pesan masuk dari wakil direktur, ummi Dijah “Besok jam 07.00 harus segera sampai di TPA”. Acara makan pudding jagung sama ayam keremes  di rumah kak yusi harus  dibatalkan sebelum terlanjur becek. (Gagal gratisan)
***
Hari H (bukan hari Z) pun tiba. Pukul 06.30, aku dengan jubah maha besar segera meleset ke warung nasi, depan lorong, Jeulingke. Niatnya mau makan sepiring sendiri sih, segera kuurung, karna aku harus ngambil nonmor antrian antrian tempat duduk, sepanjang laju Channai Express di pilem india mereketehe.
“Bungkus ya kak! Ucapku.”
“Pake apa, dik?”
“yang paling murah pake apa kak?” 
“Pake bungkusnya doang dek, gratis lagi”
 (Jlep!!! Ah, kakak mukanya serius kali kok, mau ngelayani apa mau ajak perang dunia ketiga, kakak…). Adegan sesat pun segera menguap, seiring laju beat merah yang tersedat-sedat di sepanjang Simpang Mesra, Jembatan Lamnyong, Simpang Galon, Jalan Inong Balee, menuju TPA Al-Mukhayyarah, Darussalam.
Pukul 07.00 , motor-motor keluaran Jepang, Cina, Singapure, Thailand, Korea, Arab Saudi, sudah berjejer satu-satu di sepanjang parkiran. Orangtua santri juga mulai berdatangan, menenteng bekal untuk si buah hati sekalian buat ust-ummi (hehe). Di pojok samping Mushalla, merangkap TPA sekaligus, dua orang ummi lagi menikmati sesuatu. Kembali kutajamkan mata, memastikan kalau aku sendiri tak salah lihat. Ternyata benar, mereka sedang menikmati sarapan pagi. Kikuk kikuk…
            Yeyeyeye… aku punya kawan. Segera mungkin bungkus nasi gurih ku keluarkan, mulai ambil ancang-ancang sebelum penonton lebih banyak lagi bermunculan. Alhamdulillah, suapan pertama meluncur bebas, melewati rongga mulut, kerongkongan, lambung, sampai ke hati. Tiga, empat, lima ummi mulai ikut bergabung. Di sana sudah ada, ummi Tutia, ummi Latipah, ummi Abidah, dan beberapa ummi baru (maaf ya mi, bukan sombong, tapi lagi amnesia soalnya :’(
“Dik, siap-siap untuk latihan yel-yel kembali sebelum berangkat ke Wahana Impian Malaka.” Ummi Dijah mengingatkan. Aku mengangguk sambil berlalu setelah bungkus nasi gurih mulus tak bersisa, juga setelah selfie-selfie-an bareng ummi badai.  Satu, dua, tiga, empat, lima, ummi-ummi pun mulai membubarkan arisan sarapan pagi.
***
            “Kita adalah kelompok “Wardah” gak kompak, ulang lagi. “Kita adalah kelompok “Wardah” “eh, salamnya mana?” “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh”. Tunggu-tunggu. “Acut, ulangi dari SIAP GRAK, SETENGAH LANCANG KANAN GRAK” cepat mimpin kelompoknya. “Alah, ummi nih!!!” “Acut, ayo nak, yang semangat yah.” “Ummi, malu mi. “Lah, kok malu?” “Ummi aja PD, masak kalian mau dikalahin ummi sih. Kan yang anak TPA kalian, bukan ummi”.(gak ada dalam text). “Ok..ok.. latihan kali ini sudah cukup, eits, maksud ummi… sekali lagi sebelum kita naik mobil bareng-bareng.” “Yahhhhhhhh…..” Dari kelompok yel-yel ummi Tutia,  juga tambah heboh “Senangnya tuh di sini, senangnya tuh di sini, senangnya tuh di sini, yeyeye… (Opps, lupa lirik).
Kelap kelip camera dari tiap sudut, gak mau kalah exis, tetap ikut memeriahkan. Ceklap..ceklip…klickkk….
Pukul 08.00 kami berangkat. Aku dapat kloter anak santri wan. Di sana sudah duduk manis ummi Tina, ummi Nora, Ummi Nisa, Ummi dan lain-lain,  juga ada Ust Rian, Ust Ma’rif, Ust Igun, dan ust-ust lain. Dari arah belakang muncul suara gitar, Jreng… jreng..jreng… “Yaa Thaiba… yaa.. thaiba.. ya dhawal ‘ayaana…” GANTI LAGU  “Nasaluuka…yaman huallah hulladzi…Ummi Susan dan Ust Rahmad lalu memutuskan untuk duel maut. Setelah berdebat cukup panjang, terpilihlah lagu“Ada apa denganmu?” sebagai rekor pecah musik pengantar mimpi buruk dari dalam bus SCTV.

Tiba-tiba, ada yang memulai “Kosong-kosong, kosong-kosong, kosong kosong saudara, kosong apa, kosong apa, kosong apa, saudara?… (ini suara dari ummi-ummi). “Kosong botol-kosong botol kosong botol saudara (Lanjut ust-ust) botol apa, botol apa, botol apa, saudara.” “Botol limun, botol limun, botol limun, saudara (Jawab ummi-ummi kece badai halilintar), nah ust kalang-kabut mau jawab limun apa kan, gak nyambung *Khak-khak-khak? (ketawa sambil nyemburin api) :D 
-_-

Konser atau baca koran :D


Ummi Susan Modus
*Peace ^_^
Be Continue....