Dahulu kala, hiduplah seorang Raja Langit dan Ratu Jagat di sebuah
istana yang megah. Mereka menamainya Istana Awang-Awang. Kebijaksanaan sang
raja serta kelembutan hati ratu telah menjadikan negri itu kaya, makmur dan
sejahtera. Meskipun raja dan ratu hidup berkecukupan materi dengan rakyat yang
setia, semua itu belumlah sempurna tanpa kehadiran darah daging yang baru.
Sejak saat itu, sang ratu tidak berhenti menangis sepanjang waktu. Tubuhnya
mulai melemah dan kelihatan beberapa kerutan mulai menjalari wajah cantiknya.
Sang raja pun begitu khawatir. Ia mencoba berbagai cara untuk menyembuhkan ratu
dan mengembalikan semangat hidupnya yang mulai padam. Semua tabib sudah
didatangkan dari seluruh negri untuk mengobati sang ratu. Tidak, obatnya hanya
satu. Yaitu bayi.
Hingga suatu hari, datanglah seorang laki-laki paruh baya dengan
pakaian kumal dan rambut acak-acakan menghadap baginda raja. Melihat kondisi
laki-laki itu, para prajurit melarangnya masuk dan hendak mengusirnya dari istana.
Namun sang raja menahannya dan memberi kesempatan untuk mengobati sang ratu. Kemudian,
laki-laki paruh baya itu menyodorkan segelas ramuan berwarna hijau pekat kepada
raja. Dengan hati-hati, sang raja pun meminumkannya kepada ibunda ratu. Tidak perlu menunggu lama
akan reaksi obat yang diberikan laki-laki paruh baya itu. Tak lama setelah meminum obatnya, ratu merasa mual-mual dan ingin muntah. Melihat reaksi demikian baginda raja
memanggil tabib istana sementara prajurit sudah siap dengan pedang terhunus. Tabib
istana merasa kaget bukan main tatkala memeriksa sang ratu.
“Ampun baginda raja..” ucap sang tabib takzim.
“Ada apa wahai tabib istanaku?” jawab sang raja
Dengan senyum sumringah, sang tabib pun mengabarkan raja bahwa
sebentar lagi, mereka akan kehadiran seorang tamu yang selama ini
dinanti-nanti.
“Ibunda ratu hamil, baginda.” Mendengar penuturan sang tabib,
seluruh istana bergembira. Tak alang, laki-laki paruh baya yang awut-awutan itu
diangkat menjadi tabib pribadi keluarga istana.
Dunia memang aneh. Keajaiban itu pasti ada.
Satu minggu kemudian, dikabarkanlah bahwa Istana Awang-Awang
mempunya seorang bayi perempuan yang putih bagaikan salju musim dingin yang
baru saja terjatuh, rambutnya yang hitam berkilau seperti permata aswad yang
tak terjamah manusia dan matanya yang bulat dengan latar coklat menggoda setiap
orang yang melihatnya. Bayi itu diberi nama Mendung. Tak ada yang tau mengapa
nama itu dilekatkan pada sang putri nan cantik jelita, tapi alasan logisnya karna kelahiran sang putri telah melenyapkan segala kesedihan istana
berpuluh-puluh tahun lamanya. Lambat laun, sang ratu pun berangsur sembuh.
Istana kembali makmur dan semakin membaik, apalagi setelah
kehadiran bidadari kecil mereka. Tak ayal, banyak yang mendo’akan sang putri
agar sehat dan panjang umur selalu. Semua bersyukur, semuanya bahagia tanpa
terkecuali. Sang putri tumbuh semakin dewasa, saban hari, ia terlihat semakin memukau. Bahkan
penduduk langit yang lain pun merasa iri akan kecantikan sang putri. Sementara
para raja-raja dan ratu-ratu negri lain berebutan untuk mempersunting sang
putri dengan berbagai macam imbalan. Sayangnya, sang putri menolak semua itu.
Ia merasa kalau ia masih terlalu muda untuk menikah dan mempunyai anak. Ia
masih ingin menghabiskan masa mudanya dengan bermain dan bercengkrama dengan
anak-anak dayang istana yang masih sebaya dengannya.
Suatu hari, sang raja mengundang seluruh raja dan ratu serta
penduduk negri langit lainnya untuk menghadiri dan memberi selamat atas
beranjaknya usia tuan putri yang ke 20 tahun. Mendengar kabar baik itu, seluruh
istana langit yang lain memanfaatkan kesempatan emas untuk melamar sang putri.
Ada yang membawakan emas, permata, berlian, kuda yang gagah, pangeran yang
tampan dan sebagainya. Sang raja pun menyambut mereka satu-satu dengan hangat
dan bersahabat. Ia tak pernah menolak pemberian dan niat baik yang diberikan
oleh kerabat-kerabat negri tetangganya itu. Lagian tuan putri juga sudah
sepatutnya menikah, bukankah usianya sudah genap berkepala dua sekarang. Maka raja dan ratu
juga bermaksud untuk mencarikan mereka pangeran tampan yang akan menggantikan
kepemimpinan mereka kelak.
Tapi sayangnya, keputusan itu ada ditangan sang putri. Seberapa pun
bersikukuhnya raja untuk mencarikan suami untuk putrinya, toh yang memutuskan
mau atau tidak sendiri adalah tuan putri. Pesta pun berjalan lancar, sang putri
yang baik itu meski belum memutuskan siapa pangeran yang diinginkannya,
bagaimana kriterianya seberapa tampannya. Ia tak pernah menolak untuk berdansa
dengan siapa saja. Dengan senang hati ia akan menyambutnya kemudian
berputar-putar lalu meliuk-liuk indah seperti nyiur yang diterbangkan angin
sepoy-sepoy. Hingga acara yang dinantikan itu pun tiba. Semua tamu diharapkan
untuk tenang dan tertib. Mendengar dan tak ingin melewatkan satu titikpun
pengumuman itu walau hanya sebuah tarikan nafas sekalipun. Lalat yang terbang
tak berkutik, tak berani bersuara. Semut yang kecil berhenti berpatroli mencari
gula, bahkan ada sebagian orang nekat dan memutuskan untuk berhenti
bernafas. Al-hasil mereka bersedia dibopong dan dibaringkan di kamar rawat
intensif dengan berselangkan oksigen.
“Baiklah semuanya, aku sangat berterimakasih atas kehadiran kalian
semua di acara ulang tahunku yang ke-20 ini. Mudah-mudahan di usiaku yang
beranjak dewasa, aku bisa menjadi seseorang yang membanggakan raja, ratu,
penduduk istana Awang-Awang bahkan siapapun nantinya yang akan menjadikan aku
istrinya. Aku bersyukur, karna sampai saat ini aku dikaruniakan orang-orang
baik seperti kalian. Meskipun begitu, aku tidak akan memilih kalian sebagai
pendampingku tanpa syarat. Itu terlalu mudah dan tidak menantang sama-sekali. Oleh karena itu, siapapun yang bisa memenuhi syarat yang saya
katakan, maka ia berhak menjadi pendampingku dan tinggal bersamaku di istana
Awang-Awang ini.”
Tepuk tangan semakin bergemuruh, menggema seisi kerajaan langit.
Semua terkagum-kagum akan sang putri. Tak hanya dari penampilan belaka, tapi ia
juga pandai berolah kata dan itu semua tak luput dari perkiraannya. Tak ada
kata-kata yang meleset dari kesalahan. Semuanya baik... semuanya sempurna.
“Wahai tuan putri, katakanlah! Apa syaratnya, kami sudah tidak
sabar untuk menjawab dan memenangkan hati putri nan mempesona ini.”
“Iya.. iya... iya.. kami sudah tidak sabar lagi.” Sambung yang
lain.
Putri mendung hanya tersenyum sambil melirik ke arah kedua
orangtuanya. Mereka membalas dengan anggukan mantap.
“Baiklah kalau kalian sudah tidak sabar lagi. aku akan mengajukan
satu syarat berupa pertanyaan. Kalau kalian bisa menjawabnya dengan tepat maka
aku akan bersedia menjadi istri kalian. Apa kalian semua siap?” tanya sang
putri
“Siap tuan putri.” Jawab mereka berkoor
“Kapan dan dimanakah kalian bisa menemukan dua waktu yang berbeda,
bersatu dalam satu waktu?” sang putri mengajukan pertanyaan tanpa ragu. Ia
percaya, hanya orang yang bener-bener genius dan berhati jingga yang bisa
memecahkan pertanyaan itu. Dan ia yakin, ia akan menemukannya di sini.
Sesaat istana mulai gaduh, bisik-bisik tetangga mulai terdengar
sedikit demi sedikit. Sang raja dan ratu pun kelihatan sangat kaget dan
bingung. Pertanyaan apa itu. Seumur hidup mereka baru kali ini ia dengar tentang
dua waktu berbeda jadi satu waktu. Bahkan itu ditanyakan langsung oleh
putrinya, darah dagingnya sendiri.
“Wahai putri. Apa-apaan ini? Apa engkau ingin menguji kami semua dengan
pertanyaan konyol yang tidak masuk akal?” tanya salah satu pangeran dari negri
tetangga.
“Benar putri!” potong lainnya. “Mana ada dua waktu berlainan saling
bersatu dalam satu waktu.
“Sudah ku duga. Kalian pasti akan mengatakan ini dan menolak untuk
tidak menjawabnya. Ampun Ayahnda... Ibunda... bukankah kalian sudah mendengar
jawaban dari mereka semua? Bukankah kalian bisa menilai sendiri? Kembalikan
semua yang mereka berikan. Aku tidak akan menikah.”
“Mendung....!!! Selama ini Ayahnda selalu menuruti semua yang kau
inginkan. Bahkan dua tahun lalu, saat engkau menolak lamaran rekan-rekan
ayahnda yang ingin menikahkanmu dengan putranya pun kamu tolak. Dan ayahnda
bisa mengerti karna usiamu masih sangat belia. Tapi kali ini, Ayahnda tidak
terima lagi alasan yang itu-itu melulu. Bahkan hanya dengan pertayaan bodoh
seperti itu kau mengelabui ayandamu sendiri.
”Pengawal!” Siap paduka. “Bawa sang putri dan kurung dia dalam
kamar. Jangan biarkan seorang pun mengasihinya apalagi memberi makan.” Pengawal
istana pun menyeret putri dengan paksa. “Tapi Baginda, apa ini tidak terlalu
berat? Bukankah ia satu-satunya putri yang kita miliki. Bagaimana kalau ia
meninggalkan kita selamanya?” Ucap sang ratu satu-satu. “Ah, masa bodoh! Anak
macam dia semakin dikasih hati semakin enak ia menginjak-injak kepala kita.
Kalau ia terus-menerus menolak lamaran yang lain. Kapan ia akan menikah dan
mempunyai anak? Kapan kita akan menimang cucu? Apa dia mau jadi perawan tua
seumur hidup.” Sudah, cepat! Seret dia dan jangan biarkan aku melihat wajahnya
seharian ini. Sambung baginda.
Putri Mendung hanya bisa menangis tersedu-sedu “Ayahnda, ku mohon, lepaskan aku. Lepaskan. Aku tidak bersalah. Aku berjanji akan membuktikan kepada
ayahnda kalau aku akan menikah dan punya keturunan. Ku mohon. Beri aku
kesempatan untuk membuktikannya.”
Saat itu juga, di luar sana. Petir mengelegar hingga memekakkan
telinga. Angin puting beliung serta gempa mengoyangkan dan menerbangkan seluruh
istana dan isinya. Semua penduduk langit ketakutan. “Bagaimana ini? Apa yang
terjadi.” Ucap beberapa penduduk gelisah, sesaat semuanya hening kembali. Tak
ada yang berani bersuara.
Tiba-tiba, dari gerbang istana, munculah seorang laki-laki tampan
dengan pakaian sederhana menghadap raja. Tak tampak padanya tanda-tanda seorang
pangeran yang kaya dan terhormat. Bisa dibilang, yang membuat ia pantas berada
di istana adalah wajahnya yang tampan dan secerah mentari.
“Siapa kamu? Mengapa berani sekali kau injakkan kaki di istana
agungku? Lihat, penampilanmu lebih pantas menjadi peternak sapi dan tinggal di
kandang ketimbang di istanaku. Bahkan masih lebih baik peternak sapi istanaku
ketimbang kamu, anak muda.” Ujar sang raja bertubi. Laki-laki itu tersenyum
indah. Bahkan sang putri yang hendak beranjak pun sempat melihat ke arahnya dan
ternga-nga. “Apakah keindahan itu hanya untuk para malaikat!” lirih sang putri.
“Mohon maaf yang sebesar-besarnya baginda Raja Langit dan Ratu
Jagad. Hamba kesini untuk tuan putri.
Hamba datang untuk memecahkan pertanyaan yang dilontarkan beberapa waktu lalu.
Dan jika aku bisa menjawabnya dengan baik maka aku berhak mendapatkan sang
putri.” Jelas laki-laki tampan itu tanpa ragu sedikitpun.
Sejenak, raja terbungkam. Ia melirik ke arah istrinya, Ratu Jagad
lalu berganti ke arah Putri Mendung. “Tapi aku masih ragu, apa mungkin seorang
gelandangan sepertimu bisa menaklukkan anakku dan menjawab pertanyaan
tersebut.” “Kenapa tidak kita coba saja ayahnda. Kita belum tau laki-laki ini
bisa menjawab atau tidak. Lagian, aku tidak mengajukan syarat agar yang menjadi
pasanganku kelak harus keturunan raja atau bermahkotakan intan permata.”
Sambung sang putri. Mendengar tuturan anaknya, raja pun mulai luluh dan mulai
memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan itu. “Tapi ingat, kalau kamu
salah, maka aku akan menghukummu seumur hidup lantaran kamu sudah berani
menginjakkan kaki di tempat suci ini dengan penampilan seperti itu.” “Baik
baginda!” sambungnya lagi
“Wahai putri, jika aku dimintakan untuk memetik bulan dan matahari
sekaligus dalam satu waktu. Maka aku tak
akan pernah menolaknya. Akan kulakukan meski nyawa yang satu ini harus ku
gadaikan pada malaikat maut sekalipun.” Seluruh istana tak berkutik. Laki-laki
itu menjelaskannya penuh percaya diri. Dan aku ke sini dari negri matahari
hanya untuk mempersuntingmu!” Bisik-bisik kecil mulai mencuat kembali. “Mana
ada, pangeran matahari ke sini, mustahil.” “Lagian penampilannya juga sangat
meragukan. Masih untung ia tampan, kalau tidak, mungkin ia sudah di depak sejak
tadi oleh perajurit istana.” Sambung lainnya.
“Kapan dan dimanakah kalian bisa menemukan dua waktu yang berbeda
bersatu dalam satu waktu?” apakah itu pertanyaannya putri, tanyanya.
Sang putri yang ditanyai hanya mengangguk dan tersenyum. Ia sudah
klepek-klepek duluan sebelum ditanya.
“Di dunia ini hanya ada tiga masa yang berlainan : masa lalu, masa
kini dan masa yang akan datang. Dan di antara tiga masa itu hanya ada dua waktu
yang berbeda : siang dan malam. Namun, keduanya dipisahkan dengan dua benda
indah dan perkasa. Bulan yang indah dan dingin dilambangkan seperti seorang
putri yang cantik jelita namun sepi lantaran ia sendiri. Sedangkan mentari,
meski ia perkasa, kuat dan terik ia mempunyai jiwa pemimpin dan hangat. Ia bisa
memberikan cahayanya hingga ke seluruh negri. Tidak, keseluruh alam semesta.
Tak hanya hewan, tumbuhan dan manusia yang dapat menikmati hangatnya mentari
tapi juga bintang, planet-planet bahkan benda mati pun begitu.
“Kau percaya bulan dan matahari bisa bersatu?” Lagi-lagi mereka
terdiam. Tak ada yang menyahut apalagi menyanggah. Semua yang diucapkan
laki-laki itu tepat dan masuk akal. “Apa kalian percaya bulan dan mentari bisa
bersatu?” ulangnya lagi.
“Aku percaya” terdengar suara seseorang dari arah belakang. Semua
penduduk langit menoleh. Mereka penasaran akan suara tersebut. Namun alangkah
tekejutnya mereka tatkala menemukan tabib pribadi sang raja datang dan
mendekati pemuda itu. Semuanya jadi tambah panas dan penasaran.
“Cepat katakan jawabannya, aku sudah gerah mendengar ocehanmu dari
tadi yang berkepanjangan dan tidak penting sama sekali.” Potong sang raja.
Laki-laki itu hanya tersenyum dan melirik sekali lagi ke arah sang putri. “Dua
waktu yang berlainan dan tergabung dalam satu waktu adalah.... “Mendekatlah
putri!” ucapnya lembut. Seolah di hipnotis tapi pasti. Sang putri pun beranjak
dan mengkuti laki-laki aneh itu keluar. para penduduk langit tidak tinggal
diam. Mereka sudah siap dengan pedang masih terhunus.
“Adalah waktu senja” lanjut sang laki-laki. “Ya, waktu senjalah
yang mempertemukan bulan dan matahari dalam satu waktu. Matahari yang kuat dan
perkasa dan bulan yang indah dingin bersatu tepat ketika senja tiba. Disitulah
pergantian dua waktu yang berlainan. Meski hanya sesaat, mereka tetap pernah
bersatu.” Mendengar jawaban sang laki-laki itu. Putri semakin yakin, kalau
laki-laki inilah yang ia cari selama ini. Laki-laki inilah yang selalu datang
menghantui tiap malamnya dan laki-laki ini tepat di hadapan kini.
Tanpa menunggu perintah. Sang putri merangkul laki-laki itu dengan
hangat, seraya berbisik lembut “Kaulah pangeran yang selama ini ku tunggu.”
Kemudian laki-laki itu berubah menjadi seorang pangeran yang tampan. Benar, ia
adalah Pangeran Matahari. Wajahnya bersinar namun meyakinkan. Lalu, penduduk
langit beralih ke arah tabib pribadi raja. Betapa terkejutnya mereka tatkala
melihat raja matahari sedang tersenyum gagah ke arah mereka semua. “Hormat kami
paduka Raja Matahari” seluruh penduduk langit pun bersujud tak terkecuali sang Raja Langit. “Maafkan hamba paduka Raja Matahari.” Kalau boleh saya tahu,
mengapa anda menyamar menjadi seorang tabib dan menyembuhkan istri saya hingga
ia bisa melahirkan?” tanya raja langit. “Karna aku percaya, hanya dengan ini aku
bisa menyatukan dua waktu yang berlainan dalam satu waktu. Mulai sekarang, kita
akan bersaudara. Sebab aku akan menikahkan putraku dengan putri Mendungmu.
Tidak, maksudku putri Bulan.” Semuanya tersenyum dan bertepuk tangan. Raja dan
ratu pun menerima lamaran itu dengan suka-cita. Raja menyadari akan
kesalahannya selama ini. Ia terlalu berkuasa sampai ia tak mampu menyelam dan
mengerti akan anak yang diagung-agungkannya selama ini. Dan kini, anaknya telah
menguak kembali mata yang tlah lama tertutup akan kemegahan sesaat. Ya, kita
tidak boleh menilai seseorang dari cover belaka. Jika ingin dipandang baik oleh
siapa saja, maka berbaiklah kepada diri sendiri terlebih dahulu. Tidak
selamanya yang bersisik itu ikan, dan tidak selamanya pula yang berpayung itu raja.
Beberapa tahun kemudia, Putri Bulan dan Pangeran Matahari
melahirkan tujuh anak perempuan yang cantik-cantik jelita yang diberi nama Pelangi.
Google_Fhoto |