Thursday, October 30, 2014

Pertemuan Dua Waktu

Dahulu kala, hiduplah seorang Raja Langit dan Ratu Jagat di sebuah istana yang megah. Mereka menamainya Istana Awang-Awang. Kebijaksanaan sang raja serta kelembutan hati ratu telah menjadikan negri itu kaya, makmur dan sejahtera. Meskipun raja dan ratu hidup berkecukupan materi dengan rakyat yang setia, semua itu belumlah sempurna tanpa kehadiran darah daging yang baru. Sejak saat itu, sang ratu tidak berhenti menangis sepanjang waktu. Tubuhnya mulai melemah dan kelihatan beberapa kerutan mulai menjalari wajah cantiknya. Sang raja pun begitu khawatir. Ia mencoba berbagai cara untuk menyembuhkan ratu dan mengembalikan semangat hidupnya yang mulai padam. Semua tabib sudah didatangkan dari seluruh negri untuk mengobati sang ratu. Tidak, obatnya hanya satu. Yaitu bayi.
Hingga suatu hari, datanglah seorang laki-laki paruh baya dengan pakaian kumal dan rambut acak-acakan menghadap baginda raja. Melihat kondisi laki-laki itu, para prajurit melarangnya masuk dan hendak mengusirnya dari istana. Namun sang raja menahannya dan memberi kesempatan untuk mengobati sang ratu. Kemudian, laki-laki paruh baya itu menyodorkan segelas ramuan berwarna hijau pekat kepada raja. Dengan hati-hati, sang raja pun meminumkannya kepada ibunda ratu. Tidak perlu menunggu lama akan reaksi obat yang diberikan laki-laki paruh baya itu. Tak lama setelah meminum obatnya, ratu merasa mual-mual dan ingin muntah. Melihat reaksi demikian baginda raja memanggil tabib istana sementara prajurit sudah siap dengan pedang terhunus. Tabib istana merasa kaget bukan main tatkala memeriksa sang ratu.
“Ampun baginda raja..” ucap sang tabib takzim.
“Ada apa wahai tabib istanaku?” jawab sang raja
Dengan senyum sumringah, sang tabib pun mengabarkan raja bahwa sebentar lagi, mereka akan kehadiran seorang tamu yang selama ini dinanti-nanti.
“Ibunda ratu hamil, baginda.” Mendengar penuturan sang tabib, seluruh istana bergembira. Tak alang, laki-laki paruh baya yang awut-awutan itu diangkat menjadi tabib pribadi keluarga istana.
Dunia memang aneh. Keajaiban itu pasti ada.
Satu minggu kemudian, dikabarkanlah bahwa Istana Awang-Awang mempunya seorang bayi perempuan yang putih bagaikan salju musim dingin yang baru saja terjatuh, rambutnya yang hitam berkilau seperti permata aswad yang tak terjamah manusia dan matanya yang bulat dengan latar coklat menggoda setiap orang yang melihatnya. Bayi itu diberi nama Mendung. Tak ada yang tau mengapa nama itu dilekatkan pada sang putri nan cantik jelita, tapi alasan logisnya karna kelahiran sang putri telah melenyapkan segala kesedihan istana berpuluh-puluh tahun lamanya. Lambat laun, sang ratu pun berangsur sembuh.
Istana kembali makmur dan semakin membaik, apalagi setelah kehadiran bidadari kecil mereka. Tak ayal, banyak yang mendo’akan sang putri agar sehat dan panjang umur selalu. Semua bersyukur, semuanya bahagia tanpa terkecuali. Sang putri tumbuh semakin dewasa, saban  hari, ia terlihat semakin memukau. Bahkan penduduk langit yang lain pun merasa iri akan kecantikan sang putri. Sementara para raja-raja dan ratu-ratu negri lain berebutan untuk mempersunting sang putri dengan berbagai macam imbalan. Sayangnya, sang putri menolak semua itu. Ia merasa kalau ia masih terlalu muda untuk menikah dan mempunyai anak. Ia masih ingin menghabiskan masa mudanya dengan bermain dan bercengkrama dengan anak-anak dayang istana yang masih sebaya dengannya.
Suatu hari, sang raja mengundang seluruh raja dan ratu serta penduduk negri langit lainnya untuk menghadiri dan memberi selamat atas beranjaknya usia tuan putri yang ke 20 tahun. Mendengar kabar baik itu, seluruh istana langit yang lain memanfaatkan kesempatan emas untuk melamar sang putri. Ada yang membawakan emas, permata, berlian, kuda yang gagah, pangeran yang tampan dan sebagainya. Sang raja pun menyambut mereka satu-satu dengan hangat dan bersahabat. Ia tak pernah menolak pemberian dan niat baik yang diberikan oleh kerabat-kerabat negri tetangganya itu. Lagian tuan putri juga sudah sepatutnya menikah, bukankah usianya sudah genap berkepala dua sekarang. Maka raja dan ratu juga bermaksud untuk mencarikan mereka pangeran tampan yang akan menggantikan kepemimpinan mereka kelak.
Tapi sayangnya, keputusan itu ada ditangan sang putri. Seberapa pun bersikukuhnya raja untuk mencarikan suami untuk putrinya, toh yang memutuskan mau atau tidak sendiri adalah tuan putri. Pesta pun berjalan lancar, sang putri yang baik itu meski belum memutuskan siapa pangeran yang diinginkannya, bagaimana kriterianya seberapa tampannya. Ia tak pernah menolak untuk berdansa dengan siapa saja. Dengan senang hati ia akan menyambutnya kemudian berputar-putar lalu meliuk-liuk indah seperti nyiur yang diterbangkan angin sepoy-sepoy. Hingga acara yang dinantikan itu pun tiba. Semua tamu diharapkan untuk tenang dan tertib. Mendengar dan tak ingin melewatkan satu titikpun pengumuman itu walau hanya sebuah tarikan nafas sekalipun. Lalat yang terbang tak berkutik, tak berani bersuara. Semut yang kecil berhenti berpatroli mencari gula, bahkan ada sebagian orang nekat dan memutuskan untuk berhenti bernafas. Al-hasil mereka bersedia dibopong dan dibaringkan di kamar rawat intensif dengan berselangkan oksigen.
“Baiklah semuanya, aku sangat berterimakasih atas kehadiran kalian semua di acara ulang tahunku yang ke-20 ini. Mudah-mudahan di usiaku yang beranjak dewasa, aku bisa menjadi seseorang yang membanggakan raja, ratu, penduduk istana Awang-Awang bahkan siapapun nantinya yang akan menjadikan aku istrinya. Aku bersyukur, karna sampai saat ini aku dikaruniakan orang-orang baik seperti kalian. Meskipun begitu, aku tidak akan memilih kalian sebagai pendampingku tanpa syarat. Itu terlalu mudah dan tidak menantang sama-sekali. Oleh karena itu, siapapun yang bisa memenuhi syarat yang saya katakan, maka ia berhak menjadi pendampingku dan tinggal bersamaku di istana Awang-Awang ini.”
Tepuk tangan semakin bergemuruh, menggema seisi kerajaan langit. Semua terkagum-kagum akan sang putri. Tak hanya dari penampilan belaka, tapi ia juga pandai berolah kata dan itu semua tak luput dari perkiraannya. Tak ada kata-kata yang meleset dari kesalahan. Semuanya baik... semuanya sempurna.
“Wahai tuan putri, katakanlah! Apa syaratnya, kami sudah tidak sabar untuk menjawab dan memenangkan hati putri nan mempesona ini.”
“Iya.. iya... iya.. kami sudah tidak sabar lagi.” Sambung yang lain.
Putri mendung hanya tersenyum sambil melirik ke arah kedua orangtuanya. Mereka membalas dengan anggukan mantap.
“Baiklah kalau kalian sudah tidak sabar lagi. aku akan mengajukan satu syarat berupa pertanyaan. Kalau kalian bisa menjawabnya dengan tepat maka aku akan bersedia menjadi istri kalian. Apa kalian semua siap?” tanya sang putri
“Siap tuan putri.” Jawab mereka berkoor
“Kapan dan dimanakah kalian bisa menemukan dua waktu yang berbeda, bersatu dalam satu waktu?” sang putri mengajukan pertanyaan tanpa ragu. Ia percaya, hanya orang yang bener-bener genius dan berhati jingga yang bisa memecahkan pertanyaan itu. Dan ia yakin, ia akan menemukannya di sini.
Sesaat istana mulai gaduh, bisik-bisik tetangga mulai terdengar sedikit demi sedikit. Sang raja dan ratu pun kelihatan sangat kaget dan bingung. Pertanyaan apa itu. Seumur hidup mereka baru kali ini ia dengar tentang dua waktu berbeda jadi satu waktu. Bahkan itu ditanyakan langsung oleh putrinya, darah dagingnya sendiri.
“Wahai putri. Apa-apaan ini? Apa engkau ingin menguji kami semua dengan pertanyaan konyol yang tidak masuk akal?” tanya salah satu pangeran dari negri tetangga.
“Benar putri!” potong lainnya. “Mana ada dua waktu berlainan saling bersatu dalam satu waktu.
“Sudah ku duga. Kalian pasti akan mengatakan ini dan menolak untuk tidak menjawabnya. Ampun Ayahnda... Ibunda... bukankah kalian sudah mendengar jawaban dari mereka semua? Bukankah kalian bisa menilai sendiri? Kembalikan semua yang mereka berikan. Aku tidak akan menikah.”
“Mendung....!!! Selama ini Ayahnda selalu menuruti semua yang kau inginkan. Bahkan dua tahun lalu, saat engkau menolak lamaran rekan-rekan ayahnda yang ingin menikahkanmu dengan putranya pun kamu tolak. Dan ayahnda bisa mengerti karna usiamu masih sangat belia. Tapi kali ini, Ayahnda tidak terima lagi alasan yang itu-itu melulu. Bahkan hanya dengan pertayaan bodoh seperti itu kau mengelabui ayandamu sendiri.
”Pengawal!” Siap paduka. “Bawa sang putri dan kurung dia dalam kamar. Jangan biarkan seorang pun mengasihinya apalagi memberi makan.” Pengawal istana pun menyeret putri dengan paksa. “Tapi Baginda, apa ini tidak terlalu berat? Bukankah ia satu-satunya putri yang kita miliki. Bagaimana kalau ia meninggalkan kita selamanya?” Ucap sang ratu satu-satu. “Ah, masa bodoh! Anak macam dia semakin dikasih hati semakin enak ia menginjak-injak kepala kita. Kalau ia terus-menerus menolak lamaran yang lain. Kapan ia akan menikah dan mempunyai anak? Kapan kita akan menimang cucu? Apa dia mau jadi perawan tua seumur hidup.” Sudah, cepat! Seret dia dan jangan biarkan aku melihat wajahnya seharian ini. Sambung baginda.
Putri Mendung hanya bisa menangis tersedu-sedu “Ayahnda, ku mohon, lepaskan aku. Lepaskan. Aku tidak bersalah. Aku berjanji akan membuktikan kepada ayahnda kalau aku akan menikah dan punya keturunan. Ku mohon. Beri aku kesempatan untuk membuktikannya.”
Saat itu juga, di luar sana. Petir mengelegar hingga memekakkan telinga. Angin puting beliung serta gempa mengoyangkan dan menerbangkan seluruh istana dan isinya. Semua penduduk langit ketakutan. “Bagaimana ini? Apa yang terjadi.” Ucap beberapa penduduk gelisah, sesaat semuanya hening kembali. Tak ada yang berani bersuara.
Tiba-tiba, dari gerbang istana, munculah seorang laki-laki tampan dengan pakaian sederhana menghadap raja. Tak tampak padanya tanda-tanda seorang pangeran yang kaya dan terhormat. Bisa dibilang, yang membuat ia pantas berada di istana adalah wajahnya yang tampan dan secerah mentari.
“Siapa kamu? Mengapa berani sekali kau injakkan kaki di istana agungku? Lihat, penampilanmu lebih pantas menjadi peternak sapi dan tinggal di kandang ketimbang di istanaku. Bahkan masih lebih baik peternak sapi istanaku ketimbang kamu, anak muda.” Ujar sang raja bertubi. Laki-laki itu tersenyum indah. Bahkan sang putri yang hendak beranjak pun sempat melihat ke arahnya dan ternga-nga. “Apakah keindahan itu hanya untuk para malaikat!” lirih sang putri.
“Mohon maaf yang sebesar-besarnya baginda Raja Langit dan Ratu Jagad. Hamba  kesini untuk tuan putri. Hamba datang untuk memecahkan pertanyaan yang dilontarkan beberapa waktu lalu. Dan jika aku bisa menjawabnya dengan baik maka aku berhak mendapatkan sang putri.” Jelas laki-laki tampan itu tanpa ragu sedikitpun.
Sejenak, raja terbungkam. Ia melirik ke arah istrinya, Ratu Jagad lalu berganti ke arah Putri Mendung. “Tapi aku masih ragu, apa mungkin seorang gelandangan sepertimu bisa menaklukkan anakku dan menjawab pertanyaan tersebut.” “Kenapa tidak kita coba saja ayahnda. Kita belum tau laki-laki ini bisa menjawab atau tidak. Lagian, aku tidak mengajukan syarat agar yang menjadi pasanganku kelak harus keturunan raja atau bermahkotakan intan permata.” Sambung sang putri. Mendengar tuturan anaknya, raja pun mulai luluh dan mulai memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan itu. “Tapi ingat, kalau kamu salah, maka aku akan menghukummu seumur hidup lantaran kamu sudah berani menginjakkan kaki di tempat suci ini dengan penampilan seperti itu.” “Baik baginda!” sambungnya lagi
“Wahai putri, jika aku dimintakan untuk memetik bulan dan matahari sekaligus dalam satu waktu.  Maka aku tak akan pernah menolaknya. Akan kulakukan meski nyawa yang satu ini harus ku gadaikan pada malaikat maut sekalipun.” Seluruh istana tak berkutik. Laki-laki itu menjelaskannya penuh percaya diri. Dan aku ke sini dari negri matahari hanya untuk mempersuntingmu!” Bisik-bisik kecil mulai mencuat kembali. “Mana ada, pangeran matahari ke sini, mustahil.” “Lagian penampilannya juga sangat meragukan. Masih untung ia tampan, kalau tidak, mungkin ia sudah di depak sejak tadi oleh perajurit istana.” Sambung lainnya.
“Kapan dan dimanakah kalian bisa menemukan dua waktu yang berbeda bersatu dalam satu waktu?” apakah itu pertanyaannya putri, tanyanya.
Sang putri yang ditanyai hanya mengangguk dan tersenyum. Ia sudah klepek-klepek duluan sebelum ditanya.
“Di dunia ini hanya ada tiga masa yang berlainan : masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Dan di antara tiga masa itu hanya ada dua waktu yang berbeda : siang dan malam. Namun, keduanya dipisahkan dengan dua benda indah dan perkasa. Bulan yang indah dan dingin dilambangkan seperti seorang putri yang cantik jelita namun sepi lantaran ia sendiri. Sedangkan mentari, meski ia perkasa, kuat dan terik ia mempunyai jiwa pemimpin dan hangat. Ia bisa memberikan cahayanya hingga ke seluruh negri. Tidak, keseluruh alam semesta. Tak hanya hewan, tumbuhan dan manusia yang dapat menikmati hangatnya mentari tapi juga bintang, planet-planet bahkan benda mati pun begitu.
“Kau percaya bulan dan matahari bisa bersatu?” Lagi-lagi mereka terdiam. Tak ada yang menyahut apalagi menyanggah. Semua yang diucapkan laki-laki itu tepat dan masuk akal. “Apa kalian percaya bulan dan mentari bisa bersatu?” ulangnya lagi.
“Aku percaya” terdengar suara seseorang dari arah belakang. Semua penduduk langit menoleh. Mereka penasaran akan suara tersebut. Namun alangkah tekejutnya mereka tatkala menemukan tabib pribadi sang raja datang dan mendekati pemuda itu. Semuanya jadi tambah panas dan penasaran.
“Cepat katakan jawabannya, aku sudah gerah mendengar ocehanmu dari tadi yang berkepanjangan dan tidak penting sama sekali.” Potong sang raja. Laki-laki itu hanya tersenyum dan melirik sekali lagi ke arah sang putri. “Dua waktu yang berlainan dan tergabung dalam satu waktu adalah.... “Mendekatlah putri!” ucapnya lembut. Seolah di hipnotis tapi pasti. Sang putri pun beranjak dan mengkuti laki-laki aneh itu keluar. para penduduk langit tidak tinggal diam. Mereka sudah siap dengan pedang masih terhunus.
“Adalah waktu senja” lanjut sang laki-laki. “Ya, waktu senjalah yang mempertemukan bulan dan matahari dalam satu waktu. Matahari yang kuat dan perkasa dan bulan yang indah dingin bersatu tepat ketika senja tiba. Disitulah pergantian dua waktu yang berlainan. Meski hanya sesaat, mereka tetap pernah bersatu.” Mendengar jawaban sang laki-laki itu. Putri semakin yakin, kalau laki-laki inilah yang ia cari selama ini. Laki-laki inilah yang selalu datang menghantui tiap malamnya dan laki-laki ini tepat di hadapan kini.
Tanpa menunggu perintah. Sang putri merangkul laki-laki itu dengan hangat, seraya berbisik lembut “Kaulah pangeran yang selama ini ku tunggu.” Kemudian laki-laki itu berubah menjadi seorang pangeran yang tampan. Benar, ia adalah Pangeran Matahari. Wajahnya bersinar namun meyakinkan. Lalu, penduduk langit beralih ke arah tabib pribadi raja. Betapa terkejutnya mereka tatkala melihat raja matahari sedang tersenyum gagah ke arah mereka semua. “Hormat kami paduka Raja Matahari” seluruh penduduk langit pun bersujud tak terkecuali sang Raja Langit. “Maafkan hamba paduka Raja Matahari.” Kalau boleh saya tahu, mengapa anda menyamar menjadi seorang tabib dan menyembuhkan istri saya hingga ia bisa melahirkan?” tanya raja langit. “Karna aku percaya, hanya dengan ini aku bisa menyatukan dua waktu yang berlainan dalam satu waktu. Mulai sekarang, kita akan bersaudara. Sebab aku akan menikahkan putraku dengan putri Mendungmu. Tidak, maksudku putri Bulan.” Semuanya tersenyum dan bertepuk tangan. Raja dan ratu pun menerima lamaran itu dengan suka-cita. Raja menyadari akan kesalahannya selama ini. Ia terlalu berkuasa sampai ia tak mampu menyelam dan mengerti akan anak yang diagung-agungkannya selama ini. Dan kini, anaknya telah menguak kembali mata yang tlah lama tertutup akan kemegahan sesaat. Ya, kita tidak boleh menilai seseorang dari cover belaka. Jika ingin dipandang baik oleh siapa saja, maka berbaiklah kepada diri sendiri terlebih dahulu. Tidak selamanya yang bersisik itu ikan, dan tidak selamanya pula yang berpayung itu raja.

Beberapa tahun kemudia, Putri Bulan dan Pangeran Matahari melahirkan tujuh anak perempuan yang cantik-cantik jelita yang diberi nama Pelangi.

Google_Fhoto

Thursday, October 30, 2014

Pertemuan Dua Waktu

Dahulu kala, hiduplah seorang Raja Langit dan Ratu Jagat di sebuah istana yang megah. Mereka menamainya Istana Awang-Awang. Kebijaksanaan sang raja serta kelembutan hati ratu telah menjadikan negri itu kaya, makmur dan sejahtera. Meskipun raja dan ratu hidup berkecukupan materi dengan rakyat yang setia, semua itu belumlah sempurna tanpa kehadiran darah daging yang baru. Sejak saat itu, sang ratu tidak berhenti menangis sepanjang waktu. Tubuhnya mulai melemah dan kelihatan beberapa kerutan mulai menjalari wajah cantiknya. Sang raja pun begitu khawatir. Ia mencoba berbagai cara untuk menyembuhkan ratu dan mengembalikan semangat hidupnya yang mulai padam. Semua tabib sudah didatangkan dari seluruh negri untuk mengobati sang ratu. Tidak, obatnya hanya satu. Yaitu bayi.
Hingga suatu hari, datanglah seorang laki-laki paruh baya dengan pakaian kumal dan rambut acak-acakan menghadap baginda raja. Melihat kondisi laki-laki itu, para prajurit melarangnya masuk dan hendak mengusirnya dari istana. Namun sang raja menahannya dan memberi kesempatan untuk mengobati sang ratu. Kemudian, laki-laki paruh baya itu menyodorkan segelas ramuan berwarna hijau pekat kepada raja. Dengan hati-hati, sang raja pun meminumkannya kepada ibunda ratu. Tidak perlu menunggu lama akan reaksi obat yang diberikan laki-laki paruh baya itu. Tak lama setelah meminum obatnya, ratu merasa mual-mual dan ingin muntah. Melihat reaksi demikian baginda raja memanggil tabib istana sementara prajurit sudah siap dengan pedang terhunus. Tabib istana merasa kaget bukan main tatkala memeriksa sang ratu.
“Ampun baginda raja..” ucap sang tabib takzim.
“Ada apa wahai tabib istanaku?” jawab sang raja
Dengan senyum sumringah, sang tabib pun mengabarkan raja bahwa sebentar lagi, mereka akan kehadiran seorang tamu yang selama ini dinanti-nanti.
“Ibunda ratu hamil, baginda.” Mendengar penuturan sang tabib, seluruh istana bergembira. Tak alang, laki-laki paruh baya yang awut-awutan itu diangkat menjadi tabib pribadi keluarga istana.
Dunia memang aneh. Keajaiban itu pasti ada.
Satu minggu kemudian, dikabarkanlah bahwa Istana Awang-Awang mempunya seorang bayi perempuan yang putih bagaikan salju musim dingin yang baru saja terjatuh, rambutnya yang hitam berkilau seperti permata aswad yang tak terjamah manusia dan matanya yang bulat dengan latar coklat menggoda setiap orang yang melihatnya. Bayi itu diberi nama Mendung. Tak ada yang tau mengapa nama itu dilekatkan pada sang putri nan cantik jelita, tapi alasan logisnya karna kelahiran sang putri telah melenyapkan segala kesedihan istana berpuluh-puluh tahun lamanya. Lambat laun, sang ratu pun berangsur sembuh.
Istana kembali makmur dan semakin membaik, apalagi setelah kehadiran bidadari kecil mereka. Tak ayal, banyak yang mendo’akan sang putri agar sehat dan panjang umur selalu. Semua bersyukur, semuanya bahagia tanpa terkecuali. Sang putri tumbuh semakin dewasa, saban  hari, ia terlihat semakin memukau. Bahkan penduduk langit yang lain pun merasa iri akan kecantikan sang putri. Sementara para raja-raja dan ratu-ratu negri lain berebutan untuk mempersunting sang putri dengan berbagai macam imbalan. Sayangnya, sang putri menolak semua itu. Ia merasa kalau ia masih terlalu muda untuk menikah dan mempunyai anak. Ia masih ingin menghabiskan masa mudanya dengan bermain dan bercengkrama dengan anak-anak dayang istana yang masih sebaya dengannya.
Suatu hari, sang raja mengundang seluruh raja dan ratu serta penduduk negri langit lainnya untuk menghadiri dan memberi selamat atas beranjaknya usia tuan putri yang ke 20 tahun. Mendengar kabar baik itu, seluruh istana langit yang lain memanfaatkan kesempatan emas untuk melamar sang putri. Ada yang membawakan emas, permata, berlian, kuda yang gagah, pangeran yang tampan dan sebagainya. Sang raja pun menyambut mereka satu-satu dengan hangat dan bersahabat. Ia tak pernah menolak pemberian dan niat baik yang diberikan oleh kerabat-kerabat negri tetangganya itu. Lagian tuan putri juga sudah sepatutnya menikah, bukankah usianya sudah genap berkepala dua sekarang. Maka raja dan ratu juga bermaksud untuk mencarikan mereka pangeran tampan yang akan menggantikan kepemimpinan mereka kelak.
Tapi sayangnya, keputusan itu ada ditangan sang putri. Seberapa pun bersikukuhnya raja untuk mencarikan suami untuk putrinya, toh yang memutuskan mau atau tidak sendiri adalah tuan putri. Pesta pun berjalan lancar, sang putri yang baik itu meski belum memutuskan siapa pangeran yang diinginkannya, bagaimana kriterianya seberapa tampannya. Ia tak pernah menolak untuk berdansa dengan siapa saja. Dengan senang hati ia akan menyambutnya kemudian berputar-putar lalu meliuk-liuk indah seperti nyiur yang diterbangkan angin sepoy-sepoy. Hingga acara yang dinantikan itu pun tiba. Semua tamu diharapkan untuk tenang dan tertib. Mendengar dan tak ingin melewatkan satu titikpun pengumuman itu walau hanya sebuah tarikan nafas sekalipun. Lalat yang terbang tak berkutik, tak berani bersuara. Semut yang kecil berhenti berpatroli mencari gula, bahkan ada sebagian orang nekat dan memutuskan untuk berhenti bernafas. Al-hasil mereka bersedia dibopong dan dibaringkan di kamar rawat intensif dengan berselangkan oksigen.
“Baiklah semuanya, aku sangat berterimakasih atas kehadiran kalian semua di acara ulang tahunku yang ke-20 ini. Mudah-mudahan di usiaku yang beranjak dewasa, aku bisa menjadi seseorang yang membanggakan raja, ratu, penduduk istana Awang-Awang bahkan siapapun nantinya yang akan menjadikan aku istrinya. Aku bersyukur, karna sampai saat ini aku dikaruniakan orang-orang baik seperti kalian. Meskipun begitu, aku tidak akan memilih kalian sebagai pendampingku tanpa syarat. Itu terlalu mudah dan tidak menantang sama-sekali. Oleh karena itu, siapapun yang bisa memenuhi syarat yang saya katakan, maka ia berhak menjadi pendampingku dan tinggal bersamaku di istana Awang-Awang ini.”
Tepuk tangan semakin bergemuruh, menggema seisi kerajaan langit. Semua terkagum-kagum akan sang putri. Tak hanya dari penampilan belaka, tapi ia juga pandai berolah kata dan itu semua tak luput dari perkiraannya. Tak ada kata-kata yang meleset dari kesalahan. Semuanya baik... semuanya sempurna.
“Wahai tuan putri, katakanlah! Apa syaratnya, kami sudah tidak sabar untuk menjawab dan memenangkan hati putri nan mempesona ini.”
“Iya.. iya... iya.. kami sudah tidak sabar lagi.” Sambung yang lain.
Putri mendung hanya tersenyum sambil melirik ke arah kedua orangtuanya. Mereka membalas dengan anggukan mantap.
“Baiklah kalau kalian sudah tidak sabar lagi. aku akan mengajukan satu syarat berupa pertanyaan. Kalau kalian bisa menjawabnya dengan tepat maka aku akan bersedia menjadi istri kalian. Apa kalian semua siap?” tanya sang putri
“Siap tuan putri.” Jawab mereka berkoor
“Kapan dan dimanakah kalian bisa menemukan dua waktu yang berbeda, bersatu dalam satu waktu?” sang putri mengajukan pertanyaan tanpa ragu. Ia percaya, hanya orang yang bener-bener genius dan berhati jingga yang bisa memecahkan pertanyaan itu. Dan ia yakin, ia akan menemukannya di sini.
Sesaat istana mulai gaduh, bisik-bisik tetangga mulai terdengar sedikit demi sedikit. Sang raja dan ratu pun kelihatan sangat kaget dan bingung. Pertanyaan apa itu. Seumur hidup mereka baru kali ini ia dengar tentang dua waktu berbeda jadi satu waktu. Bahkan itu ditanyakan langsung oleh putrinya, darah dagingnya sendiri.
“Wahai putri. Apa-apaan ini? Apa engkau ingin menguji kami semua dengan pertanyaan konyol yang tidak masuk akal?” tanya salah satu pangeran dari negri tetangga.
“Benar putri!” potong lainnya. “Mana ada dua waktu berlainan saling bersatu dalam satu waktu.
“Sudah ku duga. Kalian pasti akan mengatakan ini dan menolak untuk tidak menjawabnya. Ampun Ayahnda... Ibunda... bukankah kalian sudah mendengar jawaban dari mereka semua? Bukankah kalian bisa menilai sendiri? Kembalikan semua yang mereka berikan. Aku tidak akan menikah.”
“Mendung....!!! Selama ini Ayahnda selalu menuruti semua yang kau inginkan. Bahkan dua tahun lalu, saat engkau menolak lamaran rekan-rekan ayahnda yang ingin menikahkanmu dengan putranya pun kamu tolak. Dan ayahnda bisa mengerti karna usiamu masih sangat belia. Tapi kali ini, Ayahnda tidak terima lagi alasan yang itu-itu melulu. Bahkan hanya dengan pertayaan bodoh seperti itu kau mengelabui ayandamu sendiri.
”Pengawal!” Siap paduka. “Bawa sang putri dan kurung dia dalam kamar. Jangan biarkan seorang pun mengasihinya apalagi memberi makan.” Pengawal istana pun menyeret putri dengan paksa. “Tapi Baginda, apa ini tidak terlalu berat? Bukankah ia satu-satunya putri yang kita miliki. Bagaimana kalau ia meninggalkan kita selamanya?” Ucap sang ratu satu-satu. “Ah, masa bodoh! Anak macam dia semakin dikasih hati semakin enak ia menginjak-injak kepala kita. Kalau ia terus-menerus menolak lamaran yang lain. Kapan ia akan menikah dan mempunyai anak? Kapan kita akan menimang cucu? Apa dia mau jadi perawan tua seumur hidup.” Sudah, cepat! Seret dia dan jangan biarkan aku melihat wajahnya seharian ini. Sambung baginda.
Putri Mendung hanya bisa menangis tersedu-sedu “Ayahnda, ku mohon, lepaskan aku. Lepaskan. Aku tidak bersalah. Aku berjanji akan membuktikan kepada ayahnda kalau aku akan menikah dan punya keturunan. Ku mohon. Beri aku kesempatan untuk membuktikannya.”
Saat itu juga, di luar sana. Petir mengelegar hingga memekakkan telinga. Angin puting beliung serta gempa mengoyangkan dan menerbangkan seluruh istana dan isinya. Semua penduduk langit ketakutan. “Bagaimana ini? Apa yang terjadi.” Ucap beberapa penduduk gelisah, sesaat semuanya hening kembali. Tak ada yang berani bersuara.
Tiba-tiba, dari gerbang istana, munculah seorang laki-laki tampan dengan pakaian sederhana menghadap raja. Tak tampak padanya tanda-tanda seorang pangeran yang kaya dan terhormat. Bisa dibilang, yang membuat ia pantas berada di istana adalah wajahnya yang tampan dan secerah mentari.
“Siapa kamu? Mengapa berani sekali kau injakkan kaki di istana agungku? Lihat, penampilanmu lebih pantas menjadi peternak sapi dan tinggal di kandang ketimbang di istanaku. Bahkan masih lebih baik peternak sapi istanaku ketimbang kamu, anak muda.” Ujar sang raja bertubi. Laki-laki itu tersenyum indah. Bahkan sang putri yang hendak beranjak pun sempat melihat ke arahnya dan ternga-nga. “Apakah keindahan itu hanya untuk para malaikat!” lirih sang putri.
“Mohon maaf yang sebesar-besarnya baginda Raja Langit dan Ratu Jagad. Hamba  kesini untuk tuan putri. Hamba datang untuk memecahkan pertanyaan yang dilontarkan beberapa waktu lalu. Dan jika aku bisa menjawabnya dengan baik maka aku berhak mendapatkan sang putri.” Jelas laki-laki tampan itu tanpa ragu sedikitpun.
Sejenak, raja terbungkam. Ia melirik ke arah istrinya, Ratu Jagad lalu berganti ke arah Putri Mendung. “Tapi aku masih ragu, apa mungkin seorang gelandangan sepertimu bisa menaklukkan anakku dan menjawab pertanyaan tersebut.” “Kenapa tidak kita coba saja ayahnda. Kita belum tau laki-laki ini bisa menjawab atau tidak. Lagian, aku tidak mengajukan syarat agar yang menjadi pasanganku kelak harus keturunan raja atau bermahkotakan intan permata.” Sambung sang putri. Mendengar tuturan anaknya, raja pun mulai luluh dan mulai memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan itu. “Tapi ingat, kalau kamu salah, maka aku akan menghukummu seumur hidup lantaran kamu sudah berani menginjakkan kaki di tempat suci ini dengan penampilan seperti itu.” “Baik baginda!” sambungnya lagi
“Wahai putri, jika aku dimintakan untuk memetik bulan dan matahari sekaligus dalam satu waktu.  Maka aku tak akan pernah menolaknya. Akan kulakukan meski nyawa yang satu ini harus ku gadaikan pada malaikat maut sekalipun.” Seluruh istana tak berkutik. Laki-laki itu menjelaskannya penuh percaya diri. Dan aku ke sini dari negri matahari hanya untuk mempersuntingmu!” Bisik-bisik kecil mulai mencuat kembali. “Mana ada, pangeran matahari ke sini, mustahil.” “Lagian penampilannya juga sangat meragukan. Masih untung ia tampan, kalau tidak, mungkin ia sudah di depak sejak tadi oleh perajurit istana.” Sambung lainnya.
“Kapan dan dimanakah kalian bisa menemukan dua waktu yang berbeda bersatu dalam satu waktu?” apakah itu pertanyaannya putri, tanyanya.
Sang putri yang ditanyai hanya mengangguk dan tersenyum. Ia sudah klepek-klepek duluan sebelum ditanya.
“Di dunia ini hanya ada tiga masa yang berlainan : masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Dan di antara tiga masa itu hanya ada dua waktu yang berbeda : siang dan malam. Namun, keduanya dipisahkan dengan dua benda indah dan perkasa. Bulan yang indah dan dingin dilambangkan seperti seorang putri yang cantik jelita namun sepi lantaran ia sendiri. Sedangkan mentari, meski ia perkasa, kuat dan terik ia mempunyai jiwa pemimpin dan hangat. Ia bisa memberikan cahayanya hingga ke seluruh negri. Tidak, keseluruh alam semesta. Tak hanya hewan, tumbuhan dan manusia yang dapat menikmati hangatnya mentari tapi juga bintang, planet-planet bahkan benda mati pun begitu.
“Kau percaya bulan dan matahari bisa bersatu?” Lagi-lagi mereka terdiam. Tak ada yang menyahut apalagi menyanggah. Semua yang diucapkan laki-laki itu tepat dan masuk akal. “Apa kalian percaya bulan dan mentari bisa bersatu?” ulangnya lagi.
“Aku percaya” terdengar suara seseorang dari arah belakang. Semua penduduk langit menoleh. Mereka penasaran akan suara tersebut. Namun alangkah tekejutnya mereka tatkala menemukan tabib pribadi sang raja datang dan mendekati pemuda itu. Semuanya jadi tambah panas dan penasaran.
“Cepat katakan jawabannya, aku sudah gerah mendengar ocehanmu dari tadi yang berkepanjangan dan tidak penting sama sekali.” Potong sang raja. Laki-laki itu hanya tersenyum dan melirik sekali lagi ke arah sang putri. “Dua waktu yang berlainan dan tergabung dalam satu waktu adalah.... “Mendekatlah putri!” ucapnya lembut. Seolah di hipnotis tapi pasti. Sang putri pun beranjak dan mengkuti laki-laki aneh itu keluar. para penduduk langit tidak tinggal diam. Mereka sudah siap dengan pedang masih terhunus.
“Adalah waktu senja” lanjut sang laki-laki. “Ya, waktu senjalah yang mempertemukan bulan dan matahari dalam satu waktu. Matahari yang kuat dan perkasa dan bulan yang indah dingin bersatu tepat ketika senja tiba. Disitulah pergantian dua waktu yang berlainan. Meski hanya sesaat, mereka tetap pernah bersatu.” Mendengar jawaban sang laki-laki itu. Putri semakin yakin, kalau laki-laki inilah yang ia cari selama ini. Laki-laki inilah yang selalu datang menghantui tiap malamnya dan laki-laki ini tepat di hadapan kini.
Tanpa menunggu perintah. Sang putri merangkul laki-laki itu dengan hangat, seraya berbisik lembut “Kaulah pangeran yang selama ini ku tunggu.” Kemudian laki-laki itu berubah menjadi seorang pangeran yang tampan. Benar, ia adalah Pangeran Matahari. Wajahnya bersinar namun meyakinkan. Lalu, penduduk langit beralih ke arah tabib pribadi raja. Betapa terkejutnya mereka tatkala melihat raja matahari sedang tersenyum gagah ke arah mereka semua. “Hormat kami paduka Raja Matahari” seluruh penduduk langit pun bersujud tak terkecuali sang Raja Langit. “Maafkan hamba paduka Raja Matahari.” Kalau boleh saya tahu, mengapa anda menyamar menjadi seorang tabib dan menyembuhkan istri saya hingga ia bisa melahirkan?” tanya raja langit. “Karna aku percaya, hanya dengan ini aku bisa menyatukan dua waktu yang berlainan dalam satu waktu. Mulai sekarang, kita akan bersaudara. Sebab aku akan menikahkan putraku dengan putri Mendungmu. Tidak, maksudku putri Bulan.” Semuanya tersenyum dan bertepuk tangan. Raja dan ratu pun menerima lamaran itu dengan suka-cita. Raja menyadari akan kesalahannya selama ini. Ia terlalu berkuasa sampai ia tak mampu menyelam dan mengerti akan anak yang diagung-agungkannya selama ini. Dan kini, anaknya telah menguak kembali mata yang tlah lama tertutup akan kemegahan sesaat. Ya, kita tidak boleh menilai seseorang dari cover belaka. Jika ingin dipandang baik oleh siapa saja, maka berbaiklah kepada diri sendiri terlebih dahulu. Tidak selamanya yang bersisik itu ikan, dan tidak selamanya pula yang berpayung itu raja.

Beberapa tahun kemudia, Putri Bulan dan Pangeran Matahari melahirkan tujuh anak perempuan yang cantik-cantik jelita yang diberi nama Pelangi.

Google_Fhoto