Thursday, December 26, 2013

Reka Ulang Jejak Yang Tertinggal

Roda waktu berputar cepat
Berpindah dari 1 titik ke titik yang lain
26 desember 2004
Aceh memenggal banyak cerita

26 desember 2004
Gambaran dimana ombak membalut daratan
Menggulung dan menghempaskan kembali tanpa sisa
Ribuan mayat terdampar bak ikan asin yang terjemur di siang bolong

Tak ada yang kuasa...
Tangis-tangis manyak mulai terdengar mengharap iba
Perut-perut keroncong mulai memainkan aksinya
Mengharap bantuan datang segera.

26 desember 2004
Aceh ku merana...
Aceh ku merintih...
Acehku ku menangis...


Kini...
Tepat 9 tahun berlalu
Aceh ku  mencoba bangkit dari kegalauannya
Menelan habis luka lama  yang menyayat jiwa
Lalu mulai menenun kembali, jejak-jejak yang sempat terkoyak sebelumnya
 
Google.com















                                                                                                               Banda Aceh, 26 Desember 2013

Sunday, December 22, 2013

Aksara Cinta di Perantauan


Saat kedua  kristal aswad merekah....
Aku hanya mampu menangis dan menangis...
Dinding-dinding  beku itu seolah ingin menelanku  hidup-hidup
Aku tersadar...
Kalau aku tidaklah sendiri.
 Kulihat seseorang diujung  retina
Sedang  tersenyum ke arahku.
Katanya, aku boleh memanggilnya ibu
Sesaat aku hanya bisa menikmati sentuhan-sentuhan hangatnya..
Membelai lembut wajahku.
Aku tak bergeming...
Saat bibirnya mulai mengecup rona pipiku.
Hingga aku bungkam dan berhenti terisak
Ibu...
Perasaan, baru kemaren sore engkau menggendong dan  menina bobokkan diriku
Namun saat ku terjaga,  aku justru menemukan tubuhku  telah bermetamorfosis menjadi tumbuh semakin dewasa.
ibu...
bolehkah aku meminta sesuatu padamu?
Tidak bu...
Aku tidak akan meminta lagi yang aneh-aneh  seperti dulu.
Yang  ku inginkan hanya satu.

“ Ibu, Izinkan aku membahagiakanmu.  Sebelum raga ini  melepuh , kembali kepada Sang Pencipta”.
Little Nawra

Thursday, December 12, 2013

SEMUA TENTANGMU

Apa kabar ibu tersayang???
Tak ada kenikmatan yang paling indah selain bersamamu mengucap syukur.
Engkau telah merawat, menjaga dan menyayang..
Hingga aku tumbuh seperti bayi yang lain, aktif dan gak bisa diam.
Engkau tak pernah memarahiku saat gelas kesayanganmu tiba-tiba pecah berhamburan dilantai akibat ulahku.
Dengan sabar engkau menjauhiku dari pecahan beling itu, agar aku tak menginjaknya dan terluka.

Ibu...
Engkau tak pernah mengeluh saat aku mulai bosan dengan semua yang kulakukan.
Dengan tabah engkau menghiburku dengan cerita-cerita lucu, agar aku semangat lagi.

Ibu...
Pernah suatu hari engkau pura-pura kenyang, hanya karna waktu itu aku menangis kelaparan dan tak kutemukan apa-apa selain 1 bungkus roti yang kau beli 2 hari lalu.
Dengan ikhlas engkau memberikan semuanya, dan dengan rakus pula aku menghabisinya tanpa menyisakan untukmu.
Bahkan engkau masih saja tersenyum saat aku terkadang enggan menuruti apa katamu.

Ibu...
Engkau slalu berbaik sangka kepadaku
Meski terkadang aku sering berbohong sekalipun.
Ibu...
Tak ada yang mampu setegar dirimu...
Setabah kasih sayangmu...
Setulus cinta sucimu...
Demi sang buah hati,,,, engkau pun rela menggadaikan kebahagiaan separuh hidupmu.

Ya...
Demi aku, anakmu.

Pernah suatu hari, aku mengintipmu terisak di atas sajadah biru kesayanganmu
Waktu itu aku tak tau harus bagaimana.
Aku hanya mematung, bak tengkorak hidup tak berarti.
Saat itu, aku sungguh merasa bersalah...
Seolah dosa-dosa ku slama ini mengadili dan menyeretku ke lembah lorong gelap dan panas.
Aku ikut terisak dalam tegak..

Diam-diam ku paksakan langkah ini menghampirimu...
Kurangkul tubuhmu yang terbalut mukena.
Disitu aku menumpahkan segalanya...
Aku menangis, bagai anak kecil yang tlah diambil mainannya.
Lalu engkau membalas pelukku...
Menenangkan aku, agar aku berhenti menangis.

 “Sayang, jangan menangis lagi. Bagi ibu, engkaulah malaikat terindah yang tiada duanya. Jika engkau menangis, maka langitpun ikut berduka atas tangismu.” Seolah kata-kata itu  bagai peluru perak yang menghujam dahaga jiwa yang kemarau. 

Disela-sela isakku, aku merasakan ada 1 titik embun ikut tertuang di pipimu. 
“Ibu, engkau juga menangis.”
Peluk cium untukmu ibu...


Dek Aris, Kak Rha, Dek Fat

Friday, November 29, 2013

Ini Bukan Negri Dongeng!

Di perempatan jalan aku terpaku...
Menatap sosok lanjut, duduk di salah satu sudut toko
Kulihat seutas senyum terlampir di sana
Tak ada sedih, tak ada kata putus asa.
Tanpa tangan, tanpa kaki, juga indra penglihatan
Ia masih tetap tegar walau keadaan pilu mengikis waktu
Ku lihat mulutnya berkomat-kamit melafadzkan asma Rabbi
Inilah sebagian potret indonesiaku

Dimana...
Dimanakah peran pemerintah yang meng agung-agungkan  demokrasi?
Ah, percuma saja membahasnya...
Toh semua itu, hanya lipstik bagi penguasa berdasi

Padahal kita tau, indonesia kaya.
Kaya akan hasil alam yang melimpah ruah.
Paru-paru kehidupan seluruh dunia.
Tapi apa, kita mau saja dibodohi...
Mau saja bertekuk di bawah perintah luar negri.

Indonesia tlah merdeka 67 tahun silam.
Tangguh melawan penjajah, namun rapuh menghadapi rakyat jelata.
Hidup di bawah naungan Pancasila
Berbagai suku bangsa dan budaya bersatu di dalamnya.
Tapi apa yang kita lihat?
Tapi apa yang kita dapat?
Kelaparan dan kemiskinan justru merajalela di rumah sendiri.

Nah, apakah indonesia patut berbangga diri?
Masih sanggupkah indonesia tersenyum?

Sadarlah..
Mengapa kita justru mempersulit hukum dengan penyelewengan?
Padahal agama islam sendiri telah melampirkan aturan-aturan tersebut
Dengan jelas dan terperinci dalam mushab Ustmani,
Jauh sebelum undang-undang itu diciptakan

Lihatlah bagaimana Umar Bin Khatab yang dijuluki singa padang pasir, berkuasa
Apa tindakannya ketika melihat rakyat yang terluntang lantung tanpa belas kasih.
Tertawakah?
Banggakah?
Atau justru sebaliknya.

Lihat pula sosok Abu Bakar Ash-Siddiq dalam menegakkan hukum Allah.
Apa ia tahan sogokan ketika ada yang melanggar syari’at?
Apa beliau cuma duduk manis di bawah singgahsana nan megah itu
Sambil goyang-goyang kaki menatap nasib anak kecil yang terabaikan?
Atau justru sebaliknya.

Sesungguhnya  hukum yang baik takkan mampan di beli.
Keadilan yang hakiki takkan sanggup di gadaikan
Tidak... tidak akan.
Apalagi hanya dengan beberapa lembar rupiah saja.
Wahai penegak hukum.
Kemarilah...
Merapatlah...
Tegakkan keadilan yang sebenarnya.
Berikanlah hak-hak mereka yang slama ini terampas dan tergadaikan.
Jangan sia-siakan lagi.
Cukup ini yang terakir.
Yang lalu biarlah berlalu

Thursday, November 28, 2013

TERDALAM!!!

Dari relung qalbu ku memendam...
Tentang satu nama yang membius jiwa
Ku sadari, bahwa satiap harinya tatapan itu slalu membias kerinduan...
Memantul cahaya putih keteduhan.
Tak bosan ku memandangnya, meski yang kulihat itu-itu saja

Entah sejak kapan perasaan ini bermula.
Yang jelas, saat ku tersadar.
Rasa ini, tlah jauh menikamku dengan kegalauan tingkat dewa.
Terkadang aku hanya mampu menelan senyum seorang diri
Saat potret itu berada di hadapan

Apa mungkin, aku kini mulai mengidap penyakit gila No.7
Ah, sudahlah...
Aku enggan mempersoalkannya lagi
Menjadi pengagum rahasia saja

Bagiku itu sudah cukup.

Yang Terakir


Selimut malam butakan mata…
Mengikis setiap asa, mengelabui jutaan kebohongan.
Aku melihat kilatan menyambar di ujung retina…
Sekilas terlihat mengagumkan.
Namun tak ku temui apapun disana, selain cinta dan kasih sayang.
Kau tau rindu…
Tlah lama penantian ini ku tunggu
Tlah lama rasa ini membelunggu..
Bersama sang mega aku bercerita…
Bersama sang angin hasratku terbaca
            Kaulah cinta..
            Kaulah sayang…
            Kaulah kasih di penghujung malam.
            Bersamamu menenun cinta dalam keagungan MahabbahNya.
Jika kelak aku dan kau bertemu dalam satu ikatan yang suci
Maka sungguh,,, jiwa dan raga ini hanya milikmu seorang

 *Untuk seseorang yang melabuhkan lahir dan batinnya pada pemilik setumpuk kedhaifan.

Gagal jadi kontributor tapi dapat sertifikat juga
^_^


Tuesday, November 26, 2013

Hanya Pengagum Rahasia


Ah, ini gila!
Mendengar suaranya saja aku sudah klepek seperti cacing kepanasan
Bagaimana ini...
Apa aku harus membentengi diri dengan ayat-ayat cinta?
Sungguh...
Kasih ini bertalu...
Bersorak mendendangkan namanya.

               

Kasih tak Berwujud


Kemana ku melangkah
Sedang aku hanya berbekal rasa
Kemana harus ku cari
Sedang aku tak punya peta

Aku jatuh cinta
Sebelum aku mengenalnya

Sepenggal Harmony


Jiwaku terkikis bersama lamunan…
Terbawa oleh hempasan ombak kasmaran
Terdampar di sebuah lorong gelap tak bertuan

Kini kau memilih hadir di kehidupanku
Bertumpu pada 2 cinta siang dan malam

               

Siapa yang Tau?


Mata boleh melihat, namun hati  yang menentukan.
Lidah boleh berucap, namun tangan  yang mengerjakan.
Rasa boleh kesiapa saja, namun takdirlah yang mempertemukan.


Harmony Keperakan

Jiwaku terkikis bersama lamunan
Terbawa oleh hempasan ombak asmara
Jiwaku terdampar di sebuah lorong waktu tak bertuan.
Gelap mengisi kekosongan.

Engkau hadir tertatih-tatih
Di antara tumpuan 2 cinta siang dan malam
Di antara samudra 2 musim yang berlainan

Diam-diam…
Aku hanya bisa tersenyum menelan pahitnya empedu
Siang memang indah…
Mentari keemasan terlihat memukau di perempatan antariksa
Engkau terus membelainya dengan sejuta keindahan…

Sedang aku…
Aku tak lebih dari seburat lingkar keperakan
Di sana…
Aku hanya  mampu menatap pasi potret diri
Menanti dambaan kasih, bersisakan hayalan buta
Walau terbilah jasad, menusuk raga

Tuesday, October 1, 2013

Dia Bernama "Cut Amelia Safira"

Cut Amalia Safira...
Apa kabar ia sekarang.. sehatkah? Ceriakah? Atau malah kini sedang digelut sendu?
Aku hanya bisa menerka... ya, hanya itu.
Tapi yang pasti..aku percaya kini, ia jauh lebih hebat dari yang ku kenal dulu..


Amien...


Cut Amelia Safira...
Aku merindu,,,
Tulisan ini hanyalah coretan anak berumur 14 tahun yang masih polos dan lugu.
Kau tau tidak, kini aku mulai bergelut di dunia tulis-menulis lho...
Ah... ini juga karna ketularan virus “MASAM KEU UENG” milikmu dulu kok.

Cut Amelia Safira...
Andai aku bisa memutar waktu..
Aku ingin kembali dimana aku pertama kali mengenalmu...
Aku janji gak akan malu lagi...
Mungkin, jika dulu aku mau memberikan nom Hpku untukmu.. atau hanya sekedar berkodak ria. Aku tak akan sesedih ini...
Aku baru sadar, ternyata malu bukan di tempatnya, itu sangat merugikan.

Oh Cut Amelia Safira...
Apakah engkau masih mengingatku? Pernahkah kau sebut namaku dalam do’amu? Atau iseng-iseng mencari tau apa nama account facebookku?
Lagi-lagi aku bermimpi...
Cuma orang bodoh yang melakukan hal sekonyol itu, bukan?
Dan kau tau,, akulah si orang bodoh itu.

Cut Amelia Safira...
Jika Allah mempertemukan kita lagi,,, aku punya hadiah untukmu.
Hadiah yang ku dapatkan juga karnamu... karna mengenalmu sebelumnya.
Aku demam rindu...
Kau tau, aku merasa bayang-bayang senja mulai kelabui hariku...
Aku sangat berharap,,, jika aku tak bisa menjumpaimu ...
Minimal, dunia mengenalkanmu pada anak cucuku kelak.
Terlalu mendramatisir memank, namun itulah simbolku...
hehehe

Cut Amelia Safira...
Dimanapun engkau, bagaimanapun engkau, sesibuk apapun engkau...
Suatu hari nanti, engkau akan tau...
Akulah si BUMI MENANGIS di Hotel Lading dulu...

Wednesday, September 4, 2013

Isyarat Hati

Aku bisu tapi bicara...
Aku tuli tapi mendengar...
Aku buta tapi melihat...


Karna aku punya hati...

                Hatiku utuh...
                Belum tersentuh...
                       Hatiku teguh...                                                     
                Belumlah rapuh..

               Aku menangis tapi tertawa...
               Aku diam tapi berkata...
               Karna aku punya hati...
               Satu indra untuk semua...

              Aku mati tapi bernyawa...
              Aku pincang tapi berjalan...
              Aku gila tapi berakal...
              Aku punya hati, dan ialah raja...

Monday, July 15, 2013

Jika Nanti

Aku merindu...
Rindu seorang kekasih hati hayalan.
Aku merindu...
Rindu pijar retinanya yang meneduhkan.
Aku merindu...
Rindu seuntai simpul kehangatan.

Aku merindu...
Rindu padanya, sebelum aku mengenalnya..
Ku merindu...
Rindu padanya, sebelum lafadz ijab-qabul menghalalkan...
Ku merindu...
Rindu padanya kini dan nanti

Biarlah rasa ini, ku simpan seapik mungkin..
Biarlah sayang ini, ku timbun sedalam mungkin...
Biarlah kasih ini , ku teguk sehabis mungkin...

Suatu hari nanti, kelak engkau akan mafhum.
Kalau aku pernah memendam cinta.

Sahabat - Najwa Latif

Kau ada dikala ku suka
Dikala ku duka
setiap tangisan dan juga ketawa
Kau ada dikala ku perlu
setia menemaniku
Pegang erat tanganku bila aku jatuh

Kau lah yang selalu
Selalu menemaniku
Mendengar kisah pahit manis
Hidup ku

Kau lah yang di situ
Setia menunggu ku
Kau lah yang satu
Menjadi sahabatku

Ku tahu ku 
kan selalu ada
Pada dirimu
Dan ku harap kau juga rasa begitu

Kau lah yang selalu
Selalu menemaniku
Mendengar kisah pahit manis
Hidup ku

Kau lah yang di situ
Setia menunggu ku
Kau lah yang satu
Menjadi sahabatku

Kau lah yang selalu
Selalu menemaniku
Mendengar kisah pahit manis
Hidup ku

Kau lah yang di situ
Setia menunggu ku
Kau lah yang satu
Menjadi sahabatku


Sumber : 
http://www.liriklagumuzika.com/2011/11/lirik-lagu-sahabat-najwa-latif.html#ixzz30WxPOvLK

Friday, May 10, 2013

***Sepucuk Surat Semesta***

                                   Tangis menyeruak relung
                                   Menanggalkan perih dalam duka
                                   Tak ada tanda-tanda kehidupan setelah ini
                                   Mata-mata sendu hanya bisa menatap dalam kebisuan

Dimana keadilan itu??
Kemana sang pejuang cinta
Yang slama ini diagung-agungkan??

                                   Aku hanya titipan dari Sang Khalik
                                   Pusaka untuk anak cucu
                                   Kini... aku dijadikan boneka
                                   Oleh sang penguasa kehancuran
                                   Kekejaman adalah pilihan utama

Deru mesin bertalu...
Merong-rong setiap jiwa yang sepi
Asap bergumpalan meneggelamkan cinta yang tlah lama mati
Sunyi... hening... bertaut jadi satu.       

                                   Masih ada yang lain
                                   Mereka mengorek perutku tanpa ampun
                                   Tangan-tangan besi menari dengan eloknya
                                   Merenggut, membasmi, menghantam
                                   Segala yang ku punya dengan paksa
Aku tak sanggup bila harus bertahan
                                   Berdiam, mematung dan berpangku tangan
                                   Siang-malam adalah sama
                                   Aku dijadikan kelinci percobaan
Diamlah...
Dengarkan jeritan ini mengharu biru
Mengiris setiap jiwa dalam kevakuman
Isakku tlah lama menganak sungai
Namun semua enggan menolong

                                   Kini akan ku tanggalkan segala yang kupunya
                                   Kan ku sumpal perut-perut penjilat dengan seonggok keserakahan
           Meski mereka menelan keringat darah sekalipun
                                   Aku tak peduli
                                   Biarlah karma yang membalas
                                   Aku akan pergi, menghadap Ilahi   



                                                                                   

                                                                                    Banda Aceh, 27 Mai 2013 (Senin)

Thursday, December 26, 2013

Reka Ulang Jejak Yang Tertinggal

Roda waktu berputar cepat
Berpindah dari 1 titik ke titik yang lain
26 desember 2004
Aceh memenggal banyak cerita

26 desember 2004
Gambaran dimana ombak membalut daratan
Menggulung dan menghempaskan kembali tanpa sisa
Ribuan mayat terdampar bak ikan asin yang terjemur di siang bolong

Tak ada yang kuasa...
Tangis-tangis manyak mulai terdengar mengharap iba
Perut-perut keroncong mulai memainkan aksinya
Mengharap bantuan datang segera.

26 desember 2004
Aceh ku merana...
Aceh ku merintih...
Acehku ku menangis...


Kini...
Tepat 9 tahun berlalu
Aceh ku  mencoba bangkit dari kegalauannya
Menelan habis luka lama  yang menyayat jiwa
Lalu mulai menenun kembali, jejak-jejak yang sempat terkoyak sebelumnya
 
Google.com















                                                                                                               Banda Aceh, 26 Desember 2013

Sunday, December 22, 2013

Aksara Cinta di Perantauan


Saat kedua  kristal aswad merekah....
Aku hanya mampu menangis dan menangis...
Dinding-dinding  beku itu seolah ingin menelanku  hidup-hidup
Aku tersadar...
Kalau aku tidaklah sendiri.
 Kulihat seseorang diujung  retina
Sedang  tersenyum ke arahku.
Katanya, aku boleh memanggilnya ibu
Sesaat aku hanya bisa menikmati sentuhan-sentuhan hangatnya..
Membelai lembut wajahku.
Aku tak bergeming...
Saat bibirnya mulai mengecup rona pipiku.
Hingga aku bungkam dan berhenti terisak
Ibu...
Perasaan, baru kemaren sore engkau menggendong dan  menina bobokkan diriku
Namun saat ku terjaga,  aku justru menemukan tubuhku  telah bermetamorfosis menjadi tumbuh semakin dewasa.
ibu...
bolehkah aku meminta sesuatu padamu?
Tidak bu...
Aku tidak akan meminta lagi yang aneh-aneh  seperti dulu.
Yang  ku inginkan hanya satu.

“ Ibu, Izinkan aku membahagiakanmu.  Sebelum raga ini  melepuh , kembali kepada Sang Pencipta”.
Little Nawra

Thursday, December 12, 2013

SEMUA TENTANGMU

Apa kabar ibu tersayang???
Tak ada kenikmatan yang paling indah selain bersamamu mengucap syukur.
Engkau telah merawat, menjaga dan menyayang..
Hingga aku tumbuh seperti bayi yang lain, aktif dan gak bisa diam.
Engkau tak pernah memarahiku saat gelas kesayanganmu tiba-tiba pecah berhamburan dilantai akibat ulahku.
Dengan sabar engkau menjauhiku dari pecahan beling itu, agar aku tak menginjaknya dan terluka.

Ibu...
Engkau tak pernah mengeluh saat aku mulai bosan dengan semua yang kulakukan.
Dengan tabah engkau menghiburku dengan cerita-cerita lucu, agar aku semangat lagi.

Ibu...
Pernah suatu hari engkau pura-pura kenyang, hanya karna waktu itu aku menangis kelaparan dan tak kutemukan apa-apa selain 1 bungkus roti yang kau beli 2 hari lalu.
Dengan ikhlas engkau memberikan semuanya, dan dengan rakus pula aku menghabisinya tanpa menyisakan untukmu.
Bahkan engkau masih saja tersenyum saat aku terkadang enggan menuruti apa katamu.

Ibu...
Engkau slalu berbaik sangka kepadaku
Meski terkadang aku sering berbohong sekalipun.
Ibu...
Tak ada yang mampu setegar dirimu...
Setabah kasih sayangmu...
Setulus cinta sucimu...
Demi sang buah hati,,,, engkau pun rela menggadaikan kebahagiaan separuh hidupmu.

Ya...
Demi aku, anakmu.

Pernah suatu hari, aku mengintipmu terisak di atas sajadah biru kesayanganmu
Waktu itu aku tak tau harus bagaimana.
Aku hanya mematung, bak tengkorak hidup tak berarti.
Saat itu, aku sungguh merasa bersalah...
Seolah dosa-dosa ku slama ini mengadili dan menyeretku ke lembah lorong gelap dan panas.
Aku ikut terisak dalam tegak..

Diam-diam ku paksakan langkah ini menghampirimu...
Kurangkul tubuhmu yang terbalut mukena.
Disitu aku menumpahkan segalanya...
Aku menangis, bagai anak kecil yang tlah diambil mainannya.
Lalu engkau membalas pelukku...
Menenangkan aku, agar aku berhenti menangis.

 “Sayang, jangan menangis lagi. Bagi ibu, engkaulah malaikat terindah yang tiada duanya. Jika engkau menangis, maka langitpun ikut berduka atas tangismu.” Seolah kata-kata itu  bagai peluru perak yang menghujam dahaga jiwa yang kemarau. 

Disela-sela isakku, aku merasakan ada 1 titik embun ikut tertuang di pipimu. 
“Ibu, engkau juga menangis.”
Peluk cium untukmu ibu...


Dek Aris, Kak Rha, Dek Fat

Friday, November 29, 2013

Ini Bukan Negri Dongeng!

Di perempatan jalan aku terpaku...
Menatap sosok lanjut, duduk di salah satu sudut toko
Kulihat seutas senyum terlampir di sana
Tak ada sedih, tak ada kata putus asa.
Tanpa tangan, tanpa kaki, juga indra penglihatan
Ia masih tetap tegar walau keadaan pilu mengikis waktu
Ku lihat mulutnya berkomat-kamit melafadzkan asma Rabbi
Inilah sebagian potret indonesiaku

Dimana...
Dimanakah peran pemerintah yang meng agung-agungkan  demokrasi?
Ah, percuma saja membahasnya...
Toh semua itu, hanya lipstik bagi penguasa berdasi

Padahal kita tau, indonesia kaya.
Kaya akan hasil alam yang melimpah ruah.
Paru-paru kehidupan seluruh dunia.
Tapi apa, kita mau saja dibodohi...
Mau saja bertekuk di bawah perintah luar negri.

Indonesia tlah merdeka 67 tahun silam.
Tangguh melawan penjajah, namun rapuh menghadapi rakyat jelata.
Hidup di bawah naungan Pancasila
Berbagai suku bangsa dan budaya bersatu di dalamnya.
Tapi apa yang kita lihat?
Tapi apa yang kita dapat?
Kelaparan dan kemiskinan justru merajalela di rumah sendiri.

Nah, apakah indonesia patut berbangga diri?
Masih sanggupkah indonesia tersenyum?

Sadarlah..
Mengapa kita justru mempersulit hukum dengan penyelewengan?
Padahal agama islam sendiri telah melampirkan aturan-aturan tersebut
Dengan jelas dan terperinci dalam mushab Ustmani,
Jauh sebelum undang-undang itu diciptakan

Lihatlah bagaimana Umar Bin Khatab yang dijuluki singa padang pasir, berkuasa
Apa tindakannya ketika melihat rakyat yang terluntang lantung tanpa belas kasih.
Tertawakah?
Banggakah?
Atau justru sebaliknya.

Lihat pula sosok Abu Bakar Ash-Siddiq dalam menegakkan hukum Allah.
Apa ia tahan sogokan ketika ada yang melanggar syari’at?
Apa beliau cuma duduk manis di bawah singgahsana nan megah itu
Sambil goyang-goyang kaki menatap nasib anak kecil yang terabaikan?
Atau justru sebaliknya.

Sesungguhnya  hukum yang baik takkan mampan di beli.
Keadilan yang hakiki takkan sanggup di gadaikan
Tidak... tidak akan.
Apalagi hanya dengan beberapa lembar rupiah saja.
Wahai penegak hukum.
Kemarilah...
Merapatlah...
Tegakkan keadilan yang sebenarnya.
Berikanlah hak-hak mereka yang slama ini terampas dan tergadaikan.
Jangan sia-siakan lagi.
Cukup ini yang terakir.
Yang lalu biarlah berlalu

Thursday, November 28, 2013

TERDALAM!!!

Dari relung qalbu ku memendam...
Tentang satu nama yang membius jiwa
Ku sadari, bahwa satiap harinya tatapan itu slalu membias kerinduan...
Memantul cahaya putih keteduhan.
Tak bosan ku memandangnya, meski yang kulihat itu-itu saja

Entah sejak kapan perasaan ini bermula.
Yang jelas, saat ku tersadar.
Rasa ini, tlah jauh menikamku dengan kegalauan tingkat dewa.
Terkadang aku hanya mampu menelan senyum seorang diri
Saat potret itu berada di hadapan

Apa mungkin, aku kini mulai mengidap penyakit gila No.7
Ah, sudahlah...
Aku enggan mempersoalkannya lagi
Menjadi pengagum rahasia saja

Bagiku itu sudah cukup.

Yang Terakir


Selimut malam butakan mata…
Mengikis setiap asa, mengelabui jutaan kebohongan.
Aku melihat kilatan menyambar di ujung retina…
Sekilas terlihat mengagumkan.
Namun tak ku temui apapun disana, selain cinta dan kasih sayang.
Kau tau rindu…
Tlah lama penantian ini ku tunggu
Tlah lama rasa ini membelunggu..
Bersama sang mega aku bercerita…
Bersama sang angin hasratku terbaca
            Kaulah cinta..
            Kaulah sayang…
            Kaulah kasih di penghujung malam.
            Bersamamu menenun cinta dalam keagungan MahabbahNya.
Jika kelak aku dan kau bertemu dalam satu ikatan yang suci
Maka sungguh,,, jiwa dan raga ini hanya milikmu seorang

 *Untuk seseorang yang melabuhkan lahir dan batinnya pada pemilik setumpuk kedhaifan.

Gagal jadi kontributor tapi dapat sertifikat juga
^_^


Tuesday, November 26, 2013

Hanya Pengagum Rahasia


Ah, ini gila!
Mendengar suaranya saja aku sudah klepek seperti cacing kepanasan
Bagaimana ini...
Apa aku harus membentengi diri dengan ayat-ayat cinta?
Sungguh...
Kasih ini bertalu...
Bersorak mendendangkan namanya.

               

Kasih tak Berwujud


Kemana ku melangkah
Sedang aku hanya berbekal rasa
Kemana harus ku cari
Sedang aku tak punya peta

Aku jatuh cinta
Sebelum aku mengenalnya

Sepenggal Harmony


Jiwaku terkikis bersama lamunan…
Terbawa oleh hempasan ombak kasmaran
Terdampar di sebuah lorong gelap tak bertuan

Kini kau memilih hadir di kehidupanku
Bertumpu pada 2 cinta siang dan malam

               

Siapa yang Tau?


Mata boleh melihat, namun hati  yang menentukan.
Lidah boleh berucap, namun tangan  yang mengerjakan.
Rasa boleh kesiapa saja, namun takdirlah yang mempertemukan.


Harmony Keperakan

Jiwaku terkikis bersama lamunan
Terbawa oleh hempasan ombak asmara
Jiwaku terdampar di sebuah lorong waktu tak bertuan.
Gelap mengisi kekosongan.

Engkau hadir tertatih-tatih
Di antara tumpuan 2 cinta siang dan malam
Di antara samudra 2 musim yang berlainan

Diam-diam…
Aku hanya bisa tersenyum menelan pahitnya empedu
Siang memang indah…
Mentari keemasan terlihat memukau di perempatan antariksa
Engkau terus membelainya dengan sejuta keindahan…

Sedang aku…
Aku tak lebih dari seburat lingkar keperakan
Di sana…
Aku hanya  mampu menatap pasi potret diri
Menanti dambaan kasih, bersisakan hayalan buta
Walau terbilah jasad, menusuk raga

Tuesday, October 1, 2013

Dia Bernama "Cut Amelia Safira"

Cut Amalia Safira...
Apa kabar ia sekarang.. sehatkah? Ceriakah? Atau malah kini sedang digelut sendu?
Aku hanya bisa menerka... ya, hanya itu.
Tapi yang pasti..aku percaya kini, ia jauh lebih hebat dari yang ku kenal dulu..


Amien...


Cut Amelia Safira...
Aku merindu,,,
Tulisan ini hanyalah coretan anak berumur 14 tahun yang masih polos dan lugu.
Kau tau tidak, kini aku mulai bergelut di dunia tulis-menulis lho...
Ah... ini juga karna ketularan virus “MASAM KEU UENG” milikmu dulu kok.

Cut Amelia Safira...
Andai aku bisa memutar waktu..
Aku ingin kembali dimana aku pertama kali mengenalmu...
Aku janji gak akan malu lagi...
Mungkin, jika dulu aku mau memberikan nom Hpku untukmu.. atau hanya sekedar berkodak ria. Aku tak akan sesedih ini...
Aku baru sadar, ternyata malu bukan di tempatnya, itu sangat merugikan.

Oh Cut Amelia Safira...
Apakah engkau masih mengingatku? Pernahkah kau sebut namaku dalam do’amu? Atau iseng-iseng mencari tau apa nama account facebookku?
Lagi-lagi aku bermimpi...
Cuma orang bodoh yang melakukan hal sekonyol itu, bukan?
Dan kau tau,, akulah si orang bodoh itu.

Cut Amelia Safira...
Jika Allah mempertemukan kita lagi,,, aku punya hadiah untukmu.
Hadiah yang ku dapatkan juga karnamu... karna mengenalmu sebelumnya.
Aku demam rindu...
Kau tau, aku merasa bayang-bayang senja mulai kelabui hariku...
Aku sangat berharap,,, jika aku tak bisa menjumpaimu ...
Minimal, dunia mengenalkanmu pada anak cucuku kelak.
Terlalu mendramatisir memank, namun itulah simbolku...
hehehe

Cut Amelia Safira...
Dimanapun engkau, bagaimanapun engkau, sesibuk apapun engkau...
Suatu hari nanti, engkau akan tau...
Akulah si BUMI MENANGIS di Hotel Lading dulu...

Wednesday, September 4, 2013

Isyarat Hati

Aku bisu tapi bicara...
Aku tuli tapi mendengar...
Aku buta tapi melihat...


Karna aku punya hati...

                Hatiku utuh...
                Belum tersentuh...
                       Hatiku teguh...                                                     
                Belumlah rapuh..

               Aku menangis tapi tertawa...
               Aku diam tapi berkata...
               Karna aku punya hati...
               Satu indra untuk semua...

              Aku mati tapi bernyawa...
              Aku pincang tapi berjalan...
              Aku gila tapi berakal...
              Aku punya hati, dan ialah raja...

Monday, July 15, 2013

Jika Nanti

Aku merindu...
Rindu seorang kekasih hati hayalan.
Aku merindu...
Rindu pijar retinanya yang meneduhkan.
Aku merindu...
Rindu seuntai simpul kehangatan.

Aku merindu...
Rindu padanya, sebelum aku mengenalnya..
Ku merindu...
Rindu padanya, sebelum lafadz ijab-qabul menghalalkan...
Ku merindu...
Rindu padanya kini dan nanti

Biarlah rasa ini, ku simpan seapik mungkin..
Biarlah sayang ini, ku timbun sedalam mungkin...
Biarlah kasih ini , ku teguk sehabis mungkin...

Suatu hari nanti, kelak engkau akan mafhum.
Kalau aku pernah memendam cinta.

Sahabat - Najwa Latif

Kau ada dikala ku suka
Dikala ku duka
setiap tangisan dan juga ketawa
Kau ada dikala ku perlu
setia menemaniku
Pegang erat tanganku bila aku jatuh

Kau lah yang selalu
Selalu menemaniku
Mendengar kisah pahit manis
Hidup ku

Kau lah yang di situ
Setia menunggu ku
Kau lah yang satu
Menjadi sahabatku

Ku tahu ku 
kan selalu ada
Pada dirimu
Dan ku harap kau juga rasa begitu

Kau lah yang selalu
Selalu menemaniku
Mendengar kisah pahit manis
Hidup ku

Kau lah yang di situ
Setia menunggu ku
Kau lah yang satu
Menjadi sahabatku

Kau lah yang selalu
Selalu menemaniku
Mendengar kisah pahit manis
Hidup ku

Kau lah yang di situ
Setia menunggu ku
Kau lah yang satu
Menjadi sahabatku


Sumber : 
http://www.liriklagumuzika.com/2011/11/lirik-lagu-sahabat-najwa-latif.html#ixzz30WxPOvLK

Friday, May 10, 2013

***Sepucuk Surat Semesta***

                                   Tangis menyeruak relung
                                   Menanggalkan perih dalam duka
                                   Tak ada tanda-tanda kehidupan setelah ini
                                   Mata-mata sendu hanya bisa menatap dalam kebisuan

Dimana keadilan itu??
Kemana sang pejuang cinta
Yang slama ini diagung-agungkan??

                                   Aku hanya titipan dari Sang Khalik
                                   Pusaka untuk anak cucu
                                   Kini... aku dijadikan boneka
                                   Oleh sang penguasa kehancuran
                                   Kekejaman adalah pilihan utama

Deru mesin bertalu...
Merong-rong setiap jiwa yang sepi
Asap bergumpalan meneggelamkan cinta yang tlah lama mati
Sunyi... hening... bertaut jadi satu.       

                                   Masih ada yang lain
                                   Mereka mengorek perutku tanpa ampun
                                   Tangan-tangan besi menari dengan eloknya
                                   Merenggut, membasmi, menghantam
                                   Segala yang ku punya dengan paksa
Aku tak sanggup bila harus bertahan
                                   Berdiam, mematung dan berpangku tangan
                                   Siang-malam adalah sama
                                   Aku dijadikan kelinci percobaan
Diamlah...
Dengarkan jeritan ini mengharu biru
Mengiris setiap jiwa dalam kevakuman
Isakku tlah lama menganak sungai
Namun semua enggan menolong

                                   Kini akan ku tanggalkan segala yang kupunya
                                   Kan ku sumpal perut-perut penjilat dengan seonggok keserakahan
           Meski mereka menelan keringat darah sekalipun
                                   Aku tak peduli
                                   Biarlah karma yang membalas
                                   Aku akan pergi, menghadap Ilahi   



                                                                                   

                                                                                    Banda Aceh, 27 Mai 2013 (Senin)