Friday, July 18, 2014

Gadis Misterius

Seorang gadis kecil duduk termenung di perempatan jalan. Wajah polosnya terlihat begitu menyedihkan. Ku hampiri gadis malang itu sambil merogohkan duit 50 ribuan untuk ku sodorkan kepadanya. Dia hanya menatapku nanar, sinis dan tidak bersahabat. “Tenang, jangan kawatir. Aku tidak akan menyakitimu,” jelasku. Dia hanya tersenyum kecut seolah mencibir. “Laki-laki atau perempuan kalau ada maunya sama saja. Orang buta, orang tuli bahkan orang bisu yang masih sanggup sekalipun tetap saja memilih meminta daripada memberi.” Sambung gadis tersebut lebih kepada diri sendiri. 

 Aku hanya bisa menelan ludah, mendengar ucap gadis balia itu. Sejujurnya, aku sangat prihatin dengan kondisi masyarakat yang menjunjung tinggi demokrasi. Katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi nyatanya, toh masih banyak rakyat jelata yang berkekurangan, kelaparan, menderita bahkan harus mengabdikan diri sebagai pengemis dan gelandangan. Mana janji penguasa untuk mensejahtrakan rakyatnya? Semua pertanyaan itu hanya terbentur tembok tikus berdasi. Katanya Demokrasi, tapi kok yang kenyang penguasa, yang jaya justru orang di dalam parlemen itu sendiri. Alangkah sedihnya jika orang-orang seperti ini dipertahankan atau terus dikembangbiakkan di bumi pertiwi. Ku lirik gadis balia di sampingku itu sekali lagi, diam-diam aku mengagumi sosoknya.

“Dik, kenalkan nama kakak Arya. Adik mau gak ikut kakak bergabung dengan teman-teman seusia adik?” Aku mencoba untuk menguasai situasi. Hening... lalu dia menggeleng, dan mulai beranjak. Aku menarik lengannya hingga terduduk kembali. “Ceritakanlah, apa masalahmu. Kakak akan sangat senang jika bisa membantu!”. Lagi-lagi dia hanya menggeleng dan mengisyaratkan untuk tidak menghalangi langkahnya lagi. Aku pasrah, lalu membiarkannya begitu saja. 





Di ujung jalan, seorang kakek tua melambai kearahku. Bukan, tepatnya ke arah gadis yang kutemui tadi. Gadis itu semakin mempercepat jalannya dan menghampiri sang kakek di ujung jalan. Kakek itu tersenyum dan membelai kepala cucunya yang tertutup kerudung. Aku hanya melihat adegan singkat itu dari kejauhan lalu menghilang tertelan deru jalanan.
Keesokan harinya, aku kembali ketempat semula. Berharap gadis yang kutemui kemaren kembali. 1 jam, 2 jam bahkan 3 jam berlalu begitu lamban. Sosok itu tetap tidak hadir. Aku pasrah. Ketika aku hendak beranjak, seseorang memukul pundakku lembut  dari belakang. Saat aku menoleh, tanpak wajah teduh sang kakek kemaren siang tersenyum ke arahku. “Ada yang bisa kakek bantu, anak muda?” tanya sang kakek lembut. Aku hanya tersenyum dan menggeleng. Seolah menangkap apa di pikiranku saat itu, sang kakek lalu menarik lenganku dan membawaku ke suatu tempat yang aku sendiri tak tau dimana. Namun aku seolah mendapatkan satu keanehan yang tak bisa ku deskripsikan. Tiba-tiba aku disodorkan sebuah amplop biru muda oleh sang kakek. Tanpa menunggu lebih lama, aku segera membuka isi amplop tersebut dan membacanya.
Assalamu’alaikum wr wb...
Untuk seseorang yang aku sendiri belum mengenalnya.
Em... biar aku tebak. Pasti engkau kini sedang dilanda kebingungan ya?
Kok aku bisa mengirimkanmu surat, padahal aku tak pernah menginginkan hadirmu sebelumnya.
Sejujurnya, aku telah mengenalmu, jauh sebelum tempo hari.
Kadang aku memang aneh...
Dan aku ingin engkau menikmati sebagian dari keanehanku itu
Kau tau! Selama ini, aku slalu memantau setiap gerakmu.
Bagaiamana, kapan, dimana dan untuk apa aku melakukannya?
Sebentar, jangan terburu-buru membombardirku dengan ribuan pertanyaan.
Aku hanya ingin memastikan saja.  
Apa benar, masih ada makhluk langka sepertimu di belahan bumi.
Dan mungkinkah engkau, orang yang slama ini kucari.
Entahlah...
Aku hanya sedikit penasaran, ya.. hanya sedikit.
Sejujurnya, pertama kali melihatmu aku sudah jatuh cinta.
Ya, cinta seorang penyelamat kegelapan jiwa yang kehausan.
Kau tau, sejak aku bisa berbicara, berpikir dan mulai mengenal dunia.
Sejak itu pula aku mulai mencari orang yang benar-benar ku percaya.
Banyak ragam yang ku jumpai, banyak karakter yang ku hadapi dan banyak tingkah yang telah ku jejali.
Semuanya membuatku ragu akan arti sebuah kepercayaan.
Ah... jangan berkerut dulu.
Sebenarnya aku telah lama hidup, hidup di sekelilingmu...
Hidup di hati orang-orang yang punya hati.
Disini  aku bisa merasakan saat-saat dimana kehausan kadang mengerogoti kehidupan
Kadang kebuasan nafsu mencakar naluri kemanusiaan.
Aku mafhum, karna aku hidup dihati orang-orang yang punya hati.
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumahku, semoga engkau tidak tersesat ketika pulangnya.
*Jadilah setitik cahaya, dalam kegelapan yang memekatkan.
Salam...
Sang pemilik hati.

Aku tersentak di sepertiga malam. Ku paksakan kaki dan beranjak ke arah saklar untuk menghidupkan lampu. Kulihat amplop biru yang sama seperti dalam mimpiku tergeletak tepat di samping tempat tidurku. Apa maksud semua ini...

No comments:

Friday, July 18, 2014

Gadis Misterius

Seorang gadis kecil duduk termenung di perempatan jalan. Wajah polosnya terlihat begitu menyedihkan. Ku hampiri gadis malang itu sambil merogohkan duit 50 ribuan untuk ku sodorkan kepadanya. Dia hanya menatapku nanar, sinis dan tidak bersahabat. “Tenang, jangan kawatir. Aku tidak akan menyakitimu,” jelasku. Dia hanya tersenyum kecut seolah mencibir. “Laki-laki atau perempuan kalau ada maunya sama saja. Orang buta, orang tuli bahkan orang bisu yang masih sanggup sekalipun tetap saja memilih meminta daripada memberi.” Sambung gadis tersebut lebih kepada diri sendiri. 

 Aku hanya bisa menelan ludah, mendengar ucap gadis balia itu. Sejujurnya, aku sangat prihatin dengan kondisi masyarakat yang menjunjung tinggi demokrasi. Katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi nyatanya, toh masih banyak rakyat jelata yang berkekurangan, kelaparan, menderita bahkan harus mengabdikan diri sebagai pengemis dan gelandangan. Mana janji penguasa untuk mensejahtrakan rakyatnya? Semua pertanyaan itu hanya terbentur tembok tikus berdasi. Katanya Demokrasi, tapi kok yang kenyang penguasa, yang jaya justru orang di dalam parlemen itu sendiri. Alangkah sedihnya jika orang-orang seperti ini dipertahankan atau terus dikembangbiakkan di bumi pertiwi. Ku lirik gadis balia di sampingku itu sekali lagi, diam-diam aku mengagumi sosoknya.

“Dik, kenalkan nama kakak Arya. Adik mau gak ikut kakak bergabung dengan teman-teman seusia adik?” Aku mencoba untuk menguasai situasi. Hening... lalu dia menggeleng, dan mulai beranjak. Aku menarik lengannya hingga terduduk kembali. “Ceritakanlah, apa masalahmu. Kakak akan sangat senang jika bisa membantu!”. Lagi-lagi dia hanya menggeleng dan mengisyaratkan untuk tidak menghalangi langkahnya lagi. Aku pasrah, lalu membiarkannya begitu saja. 





Di ujung jalan, seorang kakek tua melambai kearahku. Bukan, tepatnya ke arah gadis yang kutemui tadi. Gadis itu semakin mempercepat jalannya dan menghampiri sang kakek di ujung jalan. Kakek itu tersenyum dan membelai kepala cucunya yang tertutup kerudung. Aku hanya melihat adegan singkat itu dari kejauhan lalu menghilang tertelan deru jalanan.
Keesokan harinya, aku kembali ketempat semula. Berharap gadis yang kutemui kemaren kembali. 1 jam, 2 jam bahkan 3 jam berlalu begitu lamban. Sosok itu tetap tidak hadir. Aku pasrah. Ketika aku hendak beranjak, seseorang memukul pundakku lembut  dari belakang. Saat aku menoleh, tanpak wajah teduh sang kakek kemaren siang tersenyum ke arahku. “Ada yang bisa kakek bantu, anak muda?” tanya sang kakek lembut. Aku hanya tersenyum dan menggeleng. Seolah menangkap apa di pikiranku saat itu, sang kakek lalu menarik lenganku dan membawaku ke suatu tempat yang aku sendiri tak tau dimana. Namun aku seolah mendapatkan satu keanehan yang tak bisa ku deskripsikan. Tiba-tiba aku disodorkan sebuah amplop biru muda oleh sang kakek. Tanpa menunggu lebih lama, aku segera membuka isi amplop tersebut dan membacanya.
Assalamu’alaikum wr wb...
Untuk seseorang yang aku sendiri belum mengenalnya.
Em... biar aku tebak. Pasti engkau kini sedang dilanda kebingungan ya?
Kok aku bisa mengirimkanmu surat, padahal aku tak pernah menginginkan hadirmu sebelumnya.
Sejujurnya, aku telah mengenalmu, jauh sebelum tempo hari.
Kadang aku memang aneh...
Dan aku ingin engkau menikmati sebagian dari keanehanku itu
Kau tau! Selama ini, aku slalu memantau setiap gerakmu.
Bagaiamana, kapan, dimana dan untuk apa aku melakukannya?
Sebentar, jangan terburu-buru membombardirku dengan ribuan pertanyaan.
Aku hanya ingin memastikan saja.  
Apa benar, masih ada makhluk langka sepertimu di belahan bumi.
Dan mungkinkah engkau, orang yang slama ini kucari.
Entahlah...
Aku hanya sedikit penasaran, ya.. hanya sedikit.
Sejujurnya, pertama kali melihatmu aku sudah jatuh cinta.
Ya, cinta seorang penyelamat kegelapan jiwa yang kehausan.
Kau tau, sejak aku bisa berbicara, berpikir dan mulai mengenal dunia.
Sejak itu pula aku mulai mencari orang yang benar-benar ku percaya.
Banyak ragam yang ku jumpai, banyak karakter yang ku hadapi dan banyak tingkah yang telah ku jejali.
Semuanya membuatku ragu akan arti sebuah kepercayaan.
Ah... jangan berkerut dulu.
Sebenarnya aku telah lama hidup, hidup di sekelilingmu...
Hidup di hati orang-orang yang punya hati.
Disini  aku bisa merasakan saat-saat dimana kehausan kadang mengerogoti kehidupan
Kadang kebuasan nafsu mencakar naluri kemanusiaan.
Aku mafhum, karna aku hidup dihati orang-orang yang punya hati.
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumahku, semoga engkau tidak tersesat ketika pulangnya.
*Jadilah setitik cahaya, dalam kegelapan yang memekatkan.
Salam...
Sang pemilik hati.

Aku tersentak di sepertiga malam. Ku paksakan kaki dan beranjak ke arah saklar untuk menghidupkan lampu. Kulihat amplop biru yang sama seperti dalam mimpiku tergeletak tepat di samping tempat tidurku. Apa maksud semua ini...

No comments: