Engkau terbatuk-batuk ketika aku membutuhkannya.
Engkau tertatih-tatih ketika aku mempercayainya.
Oh butut…
Andaikan aku hidup di zamanmu dulu.
Mungkin aku bisa merasakan sedikit dari banyaknya pengorbananmu.
Menikmati hasil dari ketangkasanmu.
Kini namamu tinggal tumpuan dalam sejarah.
Hanya hitungan jari yang masih mempercayaimu.
Tidakkah engkau sedih??
Ah itu biasa…
Bukankah teman-temanmu juga demikian??
Bahkan mereka memilih berenkarnasi hanya tidak ingin dipandang
sebelah mata.
Tapi engkau tetaplah si butut peninggalan Jepang.
Dan aku menjadikan engkau bagian dalam sejarah hidupku.
Butut…butut…
Oh butut…
No comments:
Post a Comment