Sunday, February 8, 2015

Sebab Kita Satu

Jauh kau menggoda inginku akan setiap bayang mengelabu
Kau nyelinap masuk dari pintu mana saja, hingga memaksa aku tuk menurut
Sepotong bolpoint dan selembar kertas putih menjadi saksi harapanmu kala itu
Bukan semu. Dengan tertatih aku mulai menyusun sajak apa saja hingga engkau ada dalam nyata.

Pertama kalinya, ya pertama kalinya aku menikmati hadirmu, setelah ribuan abad kau mengusik, berbisik, menggelitik otakku.
Kau berhasil, melumpuhkan lengahku, walau tidak sepenuhnya.

Jujur, dari dulu aku tak tega melihatmu gentayangan sepanjang siang-malam
Berharap  aku memberi kebebasanmu bersua.
Aku malu, aku takut jika aku berhasil menjamu, engkau malah tersisihkan diantara pesaing-pesaingmu yang lain.
Mereka hebat, mereka kuat…
Mereka adalah penyair-penyair dunia berbakat.

Sedang aku???
Aku hanyalah hawa, yang nekat menggoncang dunia dengan menggadaikan sabdamu
Mustahil aku bisa, jelas aku gagal, karna ku tak mampu.
Aku malu, aku ragu, sebab aku dungu.
Aku bukan penyair, tak layak aku dikatakan penyair.

“Mereka yang kau sebut penyair dunia juga berasal dari engkau-engkau yang pemula” ini katamu.
Kau tersenyum, seraya melanjutkan “Ini bukan persoalan mampu atau tidak, namun ini persoalan mau atau tidak”
Kau menatapku, aku balas menatap.
Lalu, kau mengangguk, mantap, sambil mengacungkau dua jempol untukku.

Sejak itu, aku mulai menerimamu, bukan karna terpaksa,

Namun, karna aku mulai menyukaimu. 



 @Laskar Syuara 227_FLP Cab. Banda Aceh

1 comment:

Always fun with me said...

Cieee :)


Tulisannya harum semerbak, aroma cinta menyeruak! So sweet :)

Sunday, February 8, 2015

Sebab Kita Satu

Jauh kau menggoda inginku akan setiap bayang mengelabu
Kau nyelinap masuk dari pintu mana saja, hingga memaksa aku tuk menurut
Sepotong bolpoint dan selembar kertas putih menjadi saksi harapanmu kala itu
Bukan semu. Dengan tertatih aku mulai menyusun sajak apa saja hingga engkau ada dalam nyata.

Pertama kalinya, ya pertama kalinya aku menikmati hadirmu, setelah ribuan abad kau mengusik, berbisik, menggelitik otakku.
Kau berhasil, melumpuhkan lengahku, walau tidak sepenuhnya.

Jujur, dari dulu aku tak tega melihatmu gentayangan sepanjang siang-malam
Berharap  aku memberi kebebasanmu bersua.
Aku malu, aku takut jika aku berhasil menjamu, engkau malah tersisihkan diantara pesaing-pesaingmu yang lain.
Mereka hebat, mereka kuat…
Mereka adalah penyair-penyair dunia berbakat.

Sedang aku???
Aku hanyalah hawa, yang nekat menggoncang dunia dengan menggadaikan sabdamu
Mustahil aku bisa, jelas aku gagal, karna ku tak mampu.
Aku malu, aku ragu, sebab aku dungu.
Aku bukan penyair, tak layak aku dikatakan penyair.

“Mereka yang kau sebut penyair dunia juga berasal dari engkau-engkau yang pemula” ini katamu.
Kau tersenyum, seraya melanjutkan “Ini bukan persoalan mampu atau tidak, namun ini persoalan mau atau tidak”
Kau menatapku, aku balas menatap.
Lalu, kau mengangguk, mantap, sambil mengacungkau dua jempol untukku.

Sejak itu, aku mulai menerimamu, bukan karna terpaksa,

Namun, karna aku mulai menyukaimu. 



 @Laskar Syuara 227_FLP Cab. Banda Aceh

1 comment:

Always fun with me said...

Cieee :)


Tulisannya harum semerbak, aroma cinta menyeruak! So sweet :)