Ada banyak tanda yang tak mampu
diterjemahkan satu-satu, bahkan akal sering menolak daripada menerimanya. Sa’at
sedang berjalan tiba-tiba jatuh, penyebabnya hanya sebongkah kerikil kecil yang
tak sengaja kita injak. Atau sa’at kita minum tiba-tiba terbatuk. Hal ini
sangat biasa, mungkin, namun kita melupakan sesuatu, bahwasanya sebalik itu ada
Dzat yang Maha menggerakkan.
Sebut saja roda. Bila tak ada mesin yang menggerakkan,
bagaimana mungkin dia bisa berputar. Ah, terlalu banyak basa-basi. Di sini saya
ingin katakan bahwa, tidak selamanya kita akan makan yang sama, bahkan tak
jarang juga kita tidak makan sama-sekali. Lantas mengapa kita harus berbusung
dada, berjalan melenggak hanya karna sedikit kelebihan yang dititikan Allah.
Ok, hari ini kita bisa berkumpul dengan keluarga tercinta,
bermain dengan anak ayam atau ikut-ikutan menempah batu apik yang kini menjadi
pembicaraan terhangat dikalangan tua-muda. Tidak. Belum tentu. Bisa saja besok,
lusa atau nanti, bahagia itu akan menjelma lautan airmata karna kehilangan,
karna kepergian, karna sakit, karna musibah. Macam-macam. Nah, dari situ, kita
baru belajar, sudahkah kita mempersiapkan diri dengan keadaan apapun yang nanti
akan kita hadapi. Apakah kita cukup dengan hanya berpangku tangan, melihat dan
mendengar saja ketika ada saudara kita tertembak, terbakar, teriris bahkan
tersayat? Apakah kita akan membantu menawarkan bahu untuk meringankan beban
mereka, mengulurkan tangan untuk saling memapah atau kita akan duduk mengunci
pintu sambil mendengar ayat-ayat setan di balik alat bernama headset?
Apakah engkau bisa menjanjikan
bahwa bahagia itu hanya untuk orang yang berdasi, berbintang dan berpangkat?
Sedang sengsara itu hanya bagi anak-anak yang mengadu nasib dengan mengumpulkan
recehan di tepi jalan, menawarkan upahan di tiap-tiap rumah atau orang-orang
yang beralaskan bumi dan beratapkan langit? Apa itu yang kau sebut takdir. Yang
buta akan tetap buta karna takdir, yang tuli akan tetap tuli karna takdir, yang
meminta akan terus meminta karna takdir, yang bermaksiat terus bermaksiat karna
takdir? Apakah ini jawabannya?
Lalu untuk apa Allah swt menurunkan
QS.Ar-ra’du : 11?
....إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ....
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri
mereka ” .
Tidakkah kita
bercermin dari orang-orang sebelum kita? Bagaimana nasib mereka tatkala lupa
dimana bumi tempat dia berpijak, dimana laut tempat dia berlayar, dimana hutan
tempat bercocok tanam. Lantas, setelah cobaan itu datang, kita malah
berlomba-lomba menuntut “TUHAN TIDAK ADIL” “TUHAN PILIH KASIH” begitukah cara
kita bersyukur selama ini? Darah, daging, tulang dan kulit, ketika ditiupakan
roh, maka jadilah kita, MANUSIA. Makhluk yang paling mulia sekalipun
disandingkan dengan golongan malaikat dan jin. Pantaskah kita menuntut hak
sedag kita sendiri hidup di istana. Hak apalagi yang kita inginkan, sedang
segala kebutuhan sudah disediakan. Berterimakasih. Yah, berterimakasihlah
setidaknya 1 hari 5x tiap usai bersujud. Disitulah engkau benar-benar menjadi
manusia yang bersyukur.
No comments:
Post a Comment