Friday, November 29, 2013

Ini Bukan Negri Dongeng!

Di perempatan jalan aku terpaku...
Menatap sosok lanjut, duduk di salah satu sudut toko
Kulihat seutas senyum terlampir di sana
Tak ada sedih, tak ada kata putus asa.
Tanpa tangan, tanpa kaki, juga indra penglihatan
Ia masih tetap tegar walau keadaan pilu mengikis waktu
Ku lihat mulutnya berkomat-kamit melafadzkan asma Rabbi
Inilah sebagian potret indonesiaku

Dimana...
Dimanakah peran pemerintah yang meng agung-agungkan  demokrasi?
Ah, percuma saja membahasnya...
Toh semua itu, hanya lipstik bagi penguasa berdasi

Padahal kita tau, indonesia kaya.
Kaya akan hasil alam yang melimpah ruah.
Paru-paru kehidupan seluruh dunia.
Tapi apa, kita mau saja dibodohi...
Mau saja bertekuk di bawah perintah luar negri.

Indonesia tlah merdeka 67 tahun silam.
Tangguh melawan penjajah, namun rapuh menghadapi rakyat jelata.
Hidup di bawah naungan Pancasila
Berbagai suku bangsa dan budaya bersatu di dalamnya.
Tapi apa yang kita lihat?
Tapi apa yang kita dapat?
Kelaparan dan kemiskinan justru merajalela di rumah sendiri.

Nah, apakah indonesia patut berbangga diri?
Masih sanggupkah indonesia tersenyum?

Sadarlah..
Mengapa kita justru mempersulit hukum dengan penyelewengan?
Padahal agama islam sendiri telah melampirkan aturan-aturan tersebut
Dengan jelas dan terperinci dalam mushab Ustmani,
Jauh sebelum undang-undang itu diciptakan

Lihatlah bagaimana Umar Bin Khatab yang dijuluki singa padang pasir, berkuasa
Apa tindakannya ketika melihat rakyat yang terluntang lantung tanpa belas kasih.
Tertawakah?
Banggakah?
Atau justru sebaliknya.

Lihat pula sosok Abu Bakar Ash-Siddiq dalam menegakkan hukum Allah.
Apa ia tahan sogokan ketika ada yang melanggar syari’at?
Apa beliau cuma duduk manis di bawah singgahsana nan megah itu
Sambil goyang-goyang kaki menatap nasib anak kecil yang terabaikan?
Atau justru sebaliknya.

Sesungguhnya  hukum yang baik takkan mampan di beli.
Keadilan yang hakiki takkan sanggup di gadaikan
Tidak... tidak akan.
Apalagi hanya dengan beberapa lembar rupiah saja.
Wahai penegak hukum.
Kemarilah...
Merapatlah...
Tegakkan keadilan yang sebenarnya.
Berikanlah hak-hak mereka yang slama ini terampas dan tergadaikan.
Jangan sia-siakan lagi.
Cukup ini yang terakir.
Yang lalu biarlah berlalu

Thursday, November 28, 2013

TERDALAM!!!

Dari relung qalbu ku memendam...
Tentang satu nama yang membius jiwa
Ku sadari, bahwa satiap harinya tatapan itu slalu membias kerinduan...
Memantul cahaya putih keteduhan.
Tak bosan ku memandangnya, meski yang kulihat itu-itu saja

Entah sejak kapan perasaan ini bermula.
Yang jelas, saat ku tersadar.
Rasa ini, tlah jauh menikamku dengan kegalauan tingkat dewa.
Terkadang aku hanya mampu menelan senyum seorang diri
Saat potret itu berada di hadapan

Apa mungkin, aku kini mulai mengidap penyakit gila No.7
Ah, sudahlah...
Aku enggan mempersoalkannya lagi
Menjadi pengagum rahasia saja

Bagiku itu sudah cukup.

Yang Terakir


Selimut malam butakan mata…
Mengikis setiap asa, mengelabui jutaan kebohongan.
Aku melihat kilatan menyambar di ujung retina…
Sekilas terlihat mengagumkan.
Namun tak ku temui apapun disana, selain cinta dan kasih sayang.
Kau tau rindu…
Tlah lama penantian ini ku tunggu
Tlah lama rasa ini membelunggu..
Bersama sang mega aku bercerita…
Bersama sang angin hasratku terbaca
            Kaulah cinta..
            Kaulah sayang…
            Kaulah kasih di penghujung malam.
            Bersamamu menenun cinta dalam keagungan MahabbahNya.
Jika kelak aku dan kau bertemu dalam satu ikatan yang suci
Maka sungguh,,, jiwa dan raga ini hanya milikmu seorang

 *Untuk seseorang yang melabuhkan lahir dan batinnya pada pemilik setumpuk kedhaifan.

Gagal jadi kontributor tapi dapat sertifikat juga
^_^


Tuesday, November 26, 2013

Hanya Pengagum Rahasia


Ah, ini gila!
Mendengar suaranya saja aku sudah klepek seperti cacing kepanasan
Bagaimana ini...
Apa aku harus membentengi diri dengan ayat-ayat cinta?
Sungguh...
Kasih ini bertalu...
Bersorak mendendangkan namanya.

               

Kasih tak Berwujud


Kemana ku melangkah
Sedang aku hanya berbekal rasa
Kemana harus ku cari
Sedang aku tak punya peta

Aku jatuh cinta
Sebelum aku mengenalnya

Sepenggal Harmony


Jiwaku terkikis bersama lamunan…
Terbawa oleh hempasan ombak kasmaran
Terdampar di sebuah lorong gelap tak bertuan

Kini kau memilih hadir di kehidupanku
Bertumpu pada 2 cinta siang dan malam

               

Siapa yang Tau?


Mata boleh melihat, namun hati  yang menentukan.
Lidah boleh berucap, namun tangan  yang mengerjakan.
Rasa boleh kesiapa saja, namun takdirlah yang mempertemukan.


Harmony Keperakan

Jiwaku terkikis bersama lamunan
Terbawa oleh hempasan ombak asmara
Jiwaku terdampar di sebuah lorong waktu tak bertuan.
Gelap mengisi kekosongan.

Engkau hadir tertatih-tatih
Di antara tumpuan 2 cinta siang dan malam
Di antara samudra 2 musim yang berlainan

Diam-diam…
Aku hanya bisa tersenyum menelan pahitnya empedu
Siang memang indah…
Mentari keemasan terlihat memukau di perempatan antariksa
Engkau terus membelainya dengan sejuta keindahan…

Sedang aku…
Aku tak lebih dari seburat lingkar keperakan
Di sana…
Aku hanya  mampu menatap pasi potret diri
Menanti dambaan kasih, bersisakan hayalan buta
Walau terbilah jasad, menusuk raga

Friday, November 29, 2013

Ini Bukan Negri Dongeng!

Di perempatan jalan aku terpaku...
Menatap sosok lanjut, duduk di salah satu sudut toko
Kulihat seutas senyum terlampir di sana
Tak ada sedih, tak ada kata putus asa.
Tanpa tangan, tanpa kaki, juga indra penglihatan
Ia masih tetap tegar walau keadaan pilu mengikis waktu
Ku lihat mulutnya berkomat-kamit melafadzkan asma Rabbi
Inilah sebagian potret indonesiaku

Dimana...
Dimanakah peran pemerintah yang meng agung-agungkan  demokrasi?
Ah, percuma saja membahasnya...
Toh semua itu, hanya lipstik bagi penguasa berdasi

Padahal kita tau, indonesia kaya.
Kaya akan hasil alam yang melimpah ruah.
Paru-paru kehidupan seluruh dunia.
Tapi apa, kita mau saja dibodohi...
Mau saja bertekuk di bawah perintah luar negri.

Indonesia tlah merdeka 67 tahun silam.
Tangguh melawan penjajah, namun rapuh menghadapi rakyat jelata.
Hidup di bawah naungan Pancasila
Berbagai suku bangsa dan budaya bersatu di dalamnya.
Tapi apa yang kita lihat?
Tapi apa yang kita dapat?
Kelaparan dan kemiskinan justru merajalela di rumah sendiri.

Nah, apakah indonesia patut berbangga diri?
Masih sanggupkah indonesia tersenyum?

Sadarlah..
Mengapa kita justru mempersulit hukum dengan penyelewengan?
Padahal agama islam sendiri telah melampirkan aturan-aturan tersebut
Dengan jelas dan terperinci dalam mushab Ustmani,
Jauh sebelum undang-undang itu diciptakan

Lihatlah bagaimana Umar Bin Khatab yang dijuluki singa padang pasir, berkuasa
Apa tindakannya ketika melihat rakyat yang terluntang lantung tanpa belas kasih.
Tertawakah?
Banggakah?
Atau justru sebaliknya.

Lihat pula sosok Abu Bakar Ash-Siddiq dalam menegakkan hukum Allah.
Apa ia tahan sogokan ketika ada yang melanggar syari’at?
Apa beliau cuma duduk manis di bawah singgahsana nan megah itu
Sambil goyang-goyang kaki menatap nasib anak kecil yang terabaikan?
Atau justru sebaliknya.

Sesungguhnya  hukum yang baik takkan mampan di beli.
Keadilan yang hakiki takkan sanggup di gadaikan
Tidak... tidak akan.
Apalagi hanya dengan beberapa lembar rupiah saja.
Wahai penegak hukum.
Kemarilah...
Merapatlah...
Tegakkan keadilan yang sebenarnya.
Berikanlah hak-hak mereka yang slama ini terampas dan tergadaikan.
Jangan sia-siakan lagi.
Cukup ini yang terakir.
Yang lalu biarlah berlalu

Thursday, November 28, 2013

TERDALAM!!!

Dari relung qalbu ku memendam...
Tentang satu nama yang membius jiwa
Ku sadari, bahwa satiap harinya tatapan itu slalu membias kerinduan...
Memantul cahaya putih keteduhan.
Tak bosan ku memandangnya, meski yang kulihat itu-itu saja

Entah sejak kapan perasaan ini bermula.
Yang jelas, saat ku tersadar.
Rasa ini, tlah jauh menikamku dengan kegalauan tingkat dewa.
Terkadang aku hanya mampu menelan senyum seorang diri
Saat potret itu berada di hadapan

Apa mungkin, aku kini mulai mengidap penyakit gila No.7
Ah, sudahlah...
Aku enggan mempersoalkannya lagi
Menjadi pengagum rahasia saja

Bagiku itu sudah cukup.

Yang Terakir


Selimut malam butakan mata…
Mengikis setiap asa, mengelabui jutaan kebohongan.
Aku melihat kilatan menyambar di ujung retina…
Sekilas terlihat mengagumkan.
Namun tak ku temui apapun disana, selain cinta dan kasih sayang.
Kau tau rindu…
Tlah lama penantian ini ku tunggu
Tlah lama rasa ini membelunggu..
Bersama sang mega aku bercerita…
Bersama sang angin hasratku terbaca
            Kaulah cinta..
            Kaulah sayang…
            Kaulah kasih di penghujung malam.
            Bersamamu menenun cinta dalam keagungan MahabbahNya.
Jika kelak aku dan kau bertemu dalam satu ikatan yang suci
Maka sungguh,,, jiwa dan raga ini hanya milikmu seorang

 *Untuk seseorang yang melabuhkan lahir dan batinnya pada pemilik setumpuk kedhaifan.

Gagal jadi kontributor tapi dapat sertifikat juga
^_^


Tuesday, November 26, 2013

Hanya Pengagum Rahasia


Ah, ini gila!
Mendengar suaranya saja aku sudah klepek seperti cacing kepanasan
Bagaimana ini...
Apa aku harus membentengi diri dengan ayat-ayat cinta?
Sungguh...
Kasih ini bertalu...
Bersorak mendendangkan namanya.

               

Kasih tak Berwujud


Kemana ku melangkah
Sedang aku hanya berbekal rasa
Kemana harus ku cari
Sedang aku tak punya peta

Aku jatuh cinta
Sebelum aku mengenalnya

Sepenggal Harmony


Jiwaku terkikis bersama lamunan…
Terbawa oleh hempasan ombak kasmaran
Terdampar di sebuah lorong gelap tak bertuan

Kini kau memilih hadir di kehidupanku
Bertumpu pada 2 cinta siang dan malam

               

Siapa yang Tau?


Mata boleh melihat, namun hati  yang menentukan.
Lidah boleh berucap, namun tangan  yang mengerjakan.
Rasa boleh kesiapa saja, namun takdirlah yang mempertemukan.


Harmony Keperakan

Jiwaku terkikis bersama lamunan
Terbawa oleh hempasan ombak asmara
Jiwaku terdampar di sebuah lorong waktu tak bertuan.
Gelap mengisi kekosongan.

Engkau hadir tertatih-tatih
Di antara tumpuan 2 cinta siang dan malam
Di antara samudra 2 musim yang berlainan

Diam-diam…
Aku hanya bisa tersenyum menelan pahitnya empedu
Siang memang indah…
Mentari keemasan terlihat memukau di perempatan antariksa
Engkau terus membelainya dengan sejuta keindahan…

Sedang aku…
Aku tak lebih dari seburat lingkar keperakan
Di sana…
Aku hanya  mampu menatap pasi potret diri
Menanti dambaan kasih, bersisakan hayalan buta
Walau terbilah jasad, menusuk raga