Aku
tersadar... disinilah arti ketulusan kudekap.
Di tempat
ini...
Di tempat ku
berdiri...
Bukan yang
lain.
Meski ribuan
sajak ku ukir...
Meski jutaan
sya’ir ku rangkai...
Tak mampu...
Takkan
pernah bisa...
Mewakili
arti kasihmu padaku.
Begiru
besar, takkan terdata.
Kau tak
pernah meminta untuk kusayangi...
Tak meminta
untuk kucintai...
Bahkan
engkau malah menolak tatkala aku memberi...
Engkau
enggan menerima, meski yang ku sodor segudang intan permata.
Aku tak
mengerti...
Aku hanya
terbengong akan semua ulahmu.
Lalu kau
datang, tersenyum... dan berkata.
“Ketahuilah,
jika aku menerima semua itu darimu...
Aku takut,
aku takkan menerima apa-apa dari Tuhanku kelak”
Benarkah???
Apakah ia
sedang menasehatiku...
Apa ia
sedang menegurku...
Atau ia
sedang mengasihiku...
Ah, otakku
lagi-lagi tumpul dan berkarat.
Terlalu
lambat untuk diajak berpikir jernih.
Namun,
esoknya engkau datang lagi...
Tersenyum
lagi...
Dan berkata
lagi...
“Ambillah
ukhti...
Semoga ini bisa mengingatkan kita akan lupa..
Menyadarkan
kita akan khilaf...
Menguatkan
kita akan lemah”.
Aku
mengambilnya...
Menggenggamnya
erat dalam tetes ratap....
Yah,
Al-Matsurat biru itu kini tlah bertukar tuan..
Selamanya...
Selama-lamanya...
W/ Ukhti Imar |
No comments:
Post a Comment