Beri aku secercah ampunan sedang aku berkubang dosa
Beri aku segenggam harapan sedang aku bermandikan kecewa
Beri aku sepercik maaf sedang aku berlumur khilaf
Beri aku...
Beri aku...
Beri aku secuil kasih sedang aku bermandikan risih
Beri aku seutas cinta sedang aku bermandikan dusta
Beri aku setetes sayang sedang aku obralkan kelam.
Beri aku..
Beri aku...
Sudah cukup.. cukup itu yang dulu.
Ucapan-ucapan selamat terus mengalir atas hadirku. Dari mana saja
tak terkecuali sosial media, individual media hingga group media. Mulai dari
massage yang instan-instan sampai yang langsung ngetuk-ngetuk pintu hanya untuk
sebuah ucapan (***). Senang? Siapa yang enggak! Bahkan ketika diumumkan engkau
sukses menjadi salah satu kandidat seorang bayi yang akan lahir, semua juga
pasti bahagia. Tapi aku tau, kamu tak pernah bahagia. Ketika tatapan-tatapan
sendu itu menghujammu. Engkau malah menangis. Dunia saksi lahirmu, dunia pula
yang kan menghakimimu kelak. Sadarlah...
Selasa, 00.00 malam. Kini usiaku genap sudah berkepala dua, maju satu langkah dalam antrian tiket kematian,
mengambil posisi untuk bersiap kembali. Saat semua mengucapkan do’a dan
selamat. Saat semuanya tersenyum hangat dan semangat, menyalamiku, mendekapku
layaknya rentetetan semut yang beriringan. Aku tak bisa apa-apa. Aku senang,
tapi aku takut, senangku ini justru menjadi bola panas yang kan menghujam
haluanku kelak. Semakin tinggi pohon menjulang, semakin kuat angin bertiup.
Apa yang sudah ku berikan pada-Nya?
Apa yang sudah ku paketkan pada-Nya?
Apa yang sudah ku kirim pada-Nya?
Kosong...
Kosong...
Kosong...
Sejauh ini, aku
hanya bisa menengadah dan memohon, meraung dan meminta...
Dia beri apa yang ku minta, namun aku lalai atas lipstik kepalsuan.
Aku tak pernah sadar, bahkan dengan tega aku terus mengulangnya...mengulangnya
hingga beberapa waktu.
Kemudian, Dia beri lagi apa yang ku ucap, Dia beri kembali apa yang
ku lafadh. Tapi aku lupa, lupa akan diri, lupa akan hati, lupa akan naluri. Aku
meminta lagi lagi lagi...
Tak kupikir bersyukur walau sekali. Aku terus menengadah..
meminta... memohon... Namun kini, tak kudapat apapun selain hina dan dosa. Aku ditegur
atas angkuhku, ditegur atas riaku, ditegur atas hasut dan dengkiku.
Sakit, sulit, sempit.
Aku tersungkur lesu di ujung malam.
No comments:
Post a Comment